Zakat, Infak dan Shadakah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bagi umat islam
membayar zakat adalah suatu kewajiban yang harus ditunaikan. Karena zakat
merupakan rukun islam yang harus dilakukan oleh setiap orang yang mengaku
dirinya seorang muslim.
Tujuan diaturnya hukum tersebut
adalah untuk menjamin keselamatan manusia, baik jiwa, raga, akal, harta, agama
dan lain sebagainya. Dan manusia wajib menjaga apa yang di berikan Allah kepada
umatnya. Fasilitas tersebut sekaligus menjadi sarana dan prasarana kehidupan
untuk manusia, yaitu segala yang ada di langit dan di bumi.
Sehingga islam
mengajarkan manusia untuk membayar zakat yang merupakan sudah kewajiban umat
muslim maupun dengan cara infaq atau shodaqah dari sebagian hartanya karena
harta manusia adalah mutlak milik Allah dan harta berstatus hanya titipan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa
ayat Al Qur’an yang menerangkan tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
2. Apa Munasabah ayat tentang Zakat,
Infaq, dan Shadaqah?
3. Bagaimana Nuzulul Ayat tentang
Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
4. Seperti apa Tafsiran ayat tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
5. bagaimana analisis tentang Zakat, Infaq, dan Shadaqah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
ZAKAT
1.
QS. al-baqarah (2:267)
Dalam makalah ini akan dibahas ayat-ayat hukum tentang zakat,
terutama ayat yang bertalian dengan perintah berzakat dan orang-orang yang
berhak menerima zakat, yaitu : (QS. al-baqarah (2:267):
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6ÍhsÛ $tB óOçFö;|¡2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚöF{$# ( wur (#qßJ£Jus? y]Î7yø9$# çm÷ZÏB tbqà)ÏÿYè? NçGó¡s9ur ÏmÉÏ{$t«Î/ HwÎ) br& (#qàÒÏJøóè? ÏmÏù 4 (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# ;ÓÍ_xî îÏJym ÇËÏÐÈ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.[1]
2.
Tafsir
(نفاقا-نفقا-يينفق-نفق) yang artinya
berlalu, habis, laris, ramai. Kalimat nafaqa asy-syai’u yang artinya
sesuatu itu habis, baik habis karena dijual, mati, atau karena dibelanjakan.
Kalimat نفقا
البيح نفق artinya dagangan itu habis karena laris terjual. Kata-kata الإثم نفاق
artinya habis (pahala) karena dosa. القوم نفق
artinya kaum itu laris, ramai pasarnya, sehingga habis dagangannya.
Kalimat قا
نفو الدابة نفقت
artinya binatang itu mati. الدراهم نفقت artinya uang itu habis karena dibelanjakan (
digunakan ). Infaq yang berarti menghabiskan atau membelanjakan dapat berkenaan
dengan harta atau lainnya, dan status hukumnya bisa wajib dan dapat pula sunnah
(tathawwu’).[2]
M»t6ÍhsÛ : terambil dari
kata thayyib yang artinya baik dan disenangi (disukai), lawannya adalah khabis yang berarti buruk dan
dibenci (tidak disukai).
#qßJ£Jus?wur : artinya janganlah kamu
bermaksud, menuju, menghendaki.
#qàÒÏJøóè? : artinya
meremehkan, memicingkan mata. Kalimat أغمض yang artinya si
fulan meremehkan sebagian haknya. Diucapkan oleh orang arab terhadap orang yang
memicingkan mata terhadap haknya tersebut. Perkataan حقه بحضض عن
اغمض فلان (remehkan, picingkan matamu) kepada si penjual, artinya “janganlah
kamu selidiki atau teliti seakan-akan kamu tidak melihat.”
ÏJym : maha Terpuji; maksudnya berhak mendapat pujian atas segala
nikmatnya yang besar.
3.
Asbabun Nuzul Ayat
Diriwayatkan dari
Jabir bahwa Nabi SAW. memerintahkan umat islam agar mengeluarkan zakat fitrah
sebanyak satu sha’ kurma, lalu datanglah seseorang membawa kurma berkualitas
rendah. Maka, turunlah ayat tersebut (QS. Al-Baqarah :2:267). Menurut al
Barra’, ayat ini turun berkenaan dengan kaum anshar. Ketika memetik (panen)
kurma mereka mengeluarkan beberapa tandan kurma, baik yang sudah matang maupun
yang belum matang, lalu digantung pada tambang diantara dua tiang masjid Nabi
SAW yang diperuntukkan orang miskin dari kaum muhajirin. Syahdan, seorang
laki-laki dengan sengaja mengeluarkan satu tandan kurma yang kualitasnya sangat
buruk. Dia mengira bahwa hal itu dibolehkan dengan mengingat sudah cukup banyak
tandanan kurma tergantung. Maka, berkenaan dengan orang tersebut turunlah ayat
yang artinya : “...dan janganlah kamu memilih-milih yang buruk lalu kamu
nafkahkan daripadanya...”. yakni, tandanan kurma bermutu sangat buruk yang
seandainya diberikan kepadamu, kamu tidak mau menerimanya.
Tidak ada
perbedaan pendapat bahwa ayat di atas turun berkenaan dengan peristiwa yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainnya, yaitu bahwa seseorang datang membawa
setandan kurma sangat buruk kualitasnya lalu digantungkan di tiang masjid untuk
dimakan faqir miskin. Maka, turunlah ayat yang artinya : “...dan janganlah kamu
memilih-milih yang buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya...”.[3]
4.
Munasabah
a.
QS.At_Taubah: 60
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ [4]
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
b.
QS.Arrum: 39
!$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB $\/Íh (#uqç/÷zÏj9 þÎû ÉAºuqøBr& Ĩ$¨Z9$# xsù (#qç/öt yYÏã «!$# ( !$tBur OçF÷s?#uä `ÏiB ;o4qx.y crßÌè? tmô_ur «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqàÿÏèôÒßJø9$# ÇÌÒÈ
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan
agar Dia bertambah pada harta manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi
Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk
mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)”.[5]
5.
Analisa
Ibn al-Qayyim berpendapat, ada beberapa kemungkinan alasan mengapa
Allah hanya menyebutkan secara khusus dua jenis kekayaan di atas, yaitu
kekayaan yang keluar dari bumi dan harta niaga, tanpa menyebutkan jenis
kekayaan yang lain. Kemungkinan pertama karena melihat kenyataan bahwa keduanya
merupakan jenis kekayaan yang umum dimiliki masyarakat pada saat itu. Kaum
Muhajjir adalah petani kebun. Oleh karena itu, penyebutan kedua jenis tersebut
disebabkan adanya kebutuhah mereka untuk mengetahui status hukumnya.
Kemungkinan kedua adalah karena keduanya merupakan harta kekayaan yang utama
(pokok). Sedangkan jenis kekayaan yang lain sudah termasuk di dalam atau timbul
dari keduanya.
a)
Pengertian
zakat
Zakat secara harfiah berarti tambah (al-ziyadah), berkembang,
tumbuh (al-nuwuw), bersih (al-tazkiyah), dan suci (al-thaharah), ialah nama
atau sebutan bagi sebagian harta tertentu yang dikeluarkan untuk orang-orang
tertentu, menurut aturan dan dengan ukuran-ukuran yang tertentu pula.[6]
Sedangkan menurut istilah zakat adalah nama bagi sejumlah harta
tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk
dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan persyaratan
tertentu pula.[7]
Kaitan antara makna secara
bahasa dan istilah ini berkaitan erat
sekali, yaitu bahwa setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi
suci, bersih, baik, berkah, tumbuh dan berkembang.
b)
Macam-macam
zakat
1.
Zakat badan, atau yang
biasa ddikenal dengan zakat fitrah.
2.
Zakat mal
Harta-harta yang wajib diyakati itu ada 5 macam yaitu
a)
Binatang
ternak (Unta, sapi, kerbau dan kambing)
b)
Perhiasan
(emas dan perak)
c)
Makanan
Pokok
d)
Buah-buahan
e)
Harta
niaga[8]
c)
Persyaratan
harta yang wajib dizakatkan
a.
Al-milk
at-tam yang berarti harta itu dikuasai
secara penuh dan dimiliki secara sah, yang didapat dari usaha, bekerja,
warisan, atau pemberian yang sah, dimungkinkan untuk dipergunakan, diambil
manfaatnya, atau kemudian disimpan. Di luar itu, seperti hasil korupsi, suap,
atau perbuatan tercela lainnya, tidak syah dan tidak akan diterima zakatnya.
b.
An-namaa adalah harta yang berkembang jika diusahakan atau memiliki potensi
untuk berkembang, misalnya harta perdagangan, peternakan, pertaniaan, deposito
mudharabah, usaha bersama, dan lain sebagainya.
c.
Telah
mencapai nisab, harta itu telah mencapai ukuran tertentu . Misalnya, untuk
hasil pertanian telah mencapai jumlah 653 Kg, emas atau perak telah senilai 85
gram, perdagangan telah mencapai 85 gram emas, peternakan sapi telah mencapai
30 ekor, dan sebagainya.
d.
Telah
melebihi kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan minimal yang diperlukan seseorang dan
keluarganya yang menjadi tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya.
e.
Telah
mencapai satu tahun (haul) untuk harta-harta tertentu, misalnya perdagangan.
Akan tetapi untuk tanaman dikeluarkan zakatnya pada saat memanennya. (lihat
surat al-An’am:141).
B.
INFAK
1.
Ayat Al-quran
QS:Al-Baqarah :2:245
`¨B #s Ï%©!$# ÞÚÌø)ã ©!$# $·Êös% $YZ|¡ym ¼çmxÿÏè»Òãsù ÿ¼ã&s! $]ù$yèôÊr& ZouÏW2 4 ª!$#ur âÙÎ6ø)t äÝ+Áö6tur Ïmøs9Î)ur cqãèy_öè? ÇËÍÎÈ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah SWT), Maka Allah akan melipatgandakan
pembayaran kepadanya dengan lipatganda yang banyak. dan Allah SWT menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan
kepada-Nya-lah kamu dikembalikan”.
2.
Asbabun Nuzul
Ibnu Hibban (dalam shahihnya), Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Mardawaih
meriwayatkan dari Ibnu Umar, katanya : ketika turun ayat “perumpamaan orang
yang menginfaqkan hartanya di jalan Allah SWT seperti butir biji...”
(Al-Baqarah:2:261), Rasulullah SAW berdoa : “ya Allah, berilah tambahan kepada
umatku.” Maka turunlah ayat :” Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan
melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah
menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
3.
Penafsiran
Apakah kamu belum tahu tentang orang-orang (dari bani israil yang
banyak jumlahnya) yang meninggalkan kampung halaman mereka ketika musuh
membunuh mereka? Mereka pergi dalam jumlah ribuan karena takut mati lantaran
rasa pengecut, takut, lemah kemauan, tidak beriman kepada Allah SWT dan para
Rasul-Nya, padahal jumlah mereka sangat besar. Al-Quran tidak menerangkan
jumlah, bangsa, dan negeri mereka karena yang dikehendaki adalah pelajaran.
Beberapa ulama’ salaf menyebutkan bahwa mereka adalah sekelompok bani
israil yang merupakan penduduk sebuah
desa yang bernama dawardan, sebuah desa yang berjarak satu farsakh dari wasith
(penduduk adzri’at). Mereka meninggalkan kampung halaman untuk menghindari
wabah, namun mereka malah ditangkap oleh musuh, dibantai, dan dicerai-beraikan.
Atau, Allah SWT mematikan mereka tanpa perang, kemudian Allah SWT menghidupkan
mereka, supaya mereka sadar dan tahu bahwa manusia tidak bisa lari dari keputusan
dan qadha’ Allah SWT. Karena kebinasaan berbagai umat disebabkan oleh 2 faktor
: sikap pengecut, dan bakhil, Allah ta’ala mengiringi ayat terdahulu yang
mengecam kepengecutan dan lari dari takdir Allah SWT dengan ayat yang menyeru
untuk berinfaq, ÞÚÌø)ãÏ%©!$# #s
`¨B. Allah ta’ala mengungkapkan infaq
dengan istilah qardh (pemberian utang) funa mengimbau hamba-hamba-Nya di jalan
Allah SWT. Allah ta’ala mengulangi ayat ini di beberapa tempat di dalam
Al-Qur’an. Milik Allah SWT sajalah kerajaan langit dan bumi, kekayaan langit
dan bumi berada di tangan-Nya, allah SWT melapangkan dan menyempitkan rizki
bagi siapapun yang dikehendaki, memperbanyak pahala secara berlipat ganda yang
jumlahnya diketahui oleh Allah SWT contoh pelipatgandaan pahala terdapat salah
satunya dalam firman Allah SWT QS:Al-baqarah:2:261.
Maka dari itu, berinfaqlah kamu karena Allahlah yang memberi rizki
dan dalam pembagian rizki Allah SWT memberi hikmah yang sangat dalam pada hal
itu. Kepada-Nyalah tempat kembali maka wahai orang-orang yang beriman, niscaya
kalian akan mendapatkan ganjarannya ketika kalian kembali kepada Allah SWT.
4.
Munasabah
QS: Al-Baqarah:2:261
ã@sW¨B tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã óOßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# È@sVyJx. >p¬6ym ôMtFu;/Rr& yìö7y @Î/$uZy Îû Èe@ä. 7's#ç7/Yß èps($ÏiB 7p¬6ym 3 ª!$#ur ß#Ïè»Òã `yJÏ9 âä!$t±o 3 ª!$#ur ììźur íOÎ=tæ ÇËÏÊÈ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh)
orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui”.
5.
Analisa
a.
Pengertian
infak
Infaq menuurut bahasa berasal dari kata infaqa yang berarti
mengeluarkan sesuatu (harta) untuk kepentingan sesuatu. Termasuk ke dalam
pengertian ini, infak yang dikeluarkan orang-orang kafir untuk kepentingan
agamanya, keterangan ini juga terdapat pada surat al-anfal:36.
Sedangkan menurut istilah , infaq berarti mengeluarkan sebagiaan
dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu kepentingan yang
diperintahkan ajaran islam. Jika zakat ada nisabnya, infak tidak mengenal
nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang
berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempit
(surat Ali Imron: 134). Jika zakat harus diberikan pada mustahiq tertentu (8
asnaf) maka infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk kedua
orang tua, anak yatim dan sebagainya (al-Baqarah: 215).
b. Beberapa pelajaran berharga yang dapat diambil dari ayat-ayat tersebut,
diantaranya:
1. Diharamkannya mengungkit-ungkit pemberian, dan menyakiti hati orang yang
diberikan shadaqah kepadanya, yang mana hal ini dapat menghapuskan pahala
shadaqah tersebut, ini di dasarkan.
2. pada firman Allah ta’ala: (يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُم بِالْمَنِّ
وَاْلأَذَى) : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan
(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima)”.
3. Diharamkannya riya (ingin dilihat oleh orang) dalam beramal shaleh, ini di
dasarkan pada firman Allahta’ala: (كَالَّذِي يُنفِقُ مَالَهُ رِئَآءَ النَّاسِ): “Seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia”. Termasuk
dalam hal ini adalah Sum’ah (memperdengarkan atau memberitahukan amalan kepada
orang lain), dan keduanya (riya dan sum’ah) dapat menghapus pahala ibadah.
4. Bahwasanya tidak dianggap infaq kecuali dari harta yang dimiliki, ini di
dasarkan kepada firman Allah ta’ala : (أَمْوَالَهُم): “Harta mereka” , oleh sebab itu jikalau seseorang
menginfaqkan harta milik orang lain di jalan Allah, maka tidak akan diterima
dan tidak mendapat pahala, kecuali dengan izin yang pemilikinya.
5. Pada ayat ini dijelaskan pengaruh niat dalam menentukan diterimanya amal,
ini didasarkan pada firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari
keridhaan Allah”. Pada ayat ini juga terkandung pelajaran bahwasanya ikhlas
merupakan syarat diterimanya amal.
6. Bahwasanya infaq tidak akan memberikan manfaat, kecuali sesuai dengan yang
diperintahkan syariat, ini berdasarkan firman Allah ta’ala: (ابْتِغَآءَ مَرْضَاتِ اللهِ): “Mencari
keridhaan Allah” yaitu barangsiapa yang mengharapkan sesuatu maka ia
akan menempuh suatu jalan yang menghantarkan ia kepadanya, dan tidak ada jalan
yang menghantarkan kepada ridha Allah ta’ala kecuali yang
sesuai dengan syari’atnya pada jumlah, jenis, dan sifat (tata cara),
Allah ta’ala berfirman: (وَالَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ
بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا)“ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak
berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah
antara yang demikian”.(QR. Al-furqan: 67)
7. Penetapan sifat ridha bagi Allah, ini berdasarkan firmanNya: (مَرْضَاتِ الله) : “keridhaan
Allah”, yang mana sifat ini adalah merupakan sifat (dalam bentuk -red)
perbuatan.
8. Diayat 265 ini terdapat penjelasan bahwa keteguhan hati (keinginan yang
ikhlas -red) pada amalnya, dan ketenangan jiwanya dalam melakukan amalan
tersebut adalah merupakan sebab diterimanya amalan yang ia lakukan, ini
berdasarkan firman Allah ta’ala:( وَتَثْبِيتًا مِّنْ أَنفُسِهِمْ) “Untuk keteguhan jiwa mereka”. Maka tidaklah
seseorang melakukan sebuah amalan dengan terpaksa kecuali padanya terdapat
sifat kemunafikan, ini sebagaimana firman Allah ta’ala (وَلاَيُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ) : “dan tidak (pula)
menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan. (QS. At-Taubah :
54)”
9. Bahwasanya pada ayat ini Allah memberikan penjelasan dengan menggunakan
benda-benda nyata seperti orang yang menginfakan hartanya yang diiringi dengan
mengungkit-ungkit pemberiannya dengan kebun yang ada pada ayat 266, beberapa
permisalan lainnya. Ini lebih memudahkan seseorang dalam memahami apa tang di
sampaikan.
10. Bahwasanya Allah telah menjelaskan kepada para hambanya tentang tanda-tanda
kekuasaannya yang syar’i dan tanda-tanda kekuasaanNya dalam alam semesta
ini, dan ini semua telah di jelaskan didalam kitabnya dengan sesempurna
penjelasan.
11. Anjuran untuk memikirkan (dari tanda-tanda kekuasaan Allah), dan inilah
tujuan yang paling utama dalam ayat ini (لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُونَ): “Supaya kamu
memikirkannya”.
C. SHADAQAH
1) QS.At_Taubah: 60
* $yJ¯RÎ) àM»s%y¢Á9$# Ïä!#ts)àÿù=Ï9 ÈûüÅ3»|¡yJø9$#ur tû,Î#ÏJ»yèø9$#ur $pkön=tæ Ïpxÿ©9xsßJø9$#ur öNåkæ5qè=è% Îûur É>$s%Ìh9$# tûüÏBÌ»tóø9$#ur Îûur È@Î6y «!$# Èûøó$#ur È@Î6¡¡9$# ( ZpÒÌsù ÆÏiB «!$# 3 ª!$#ur íOÎ=tæ ÒOÅ6ym ÇÏÉÈ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[9]
2) Tafsir Ayat
Penafsiran dari ayat diatas adalah Yang berhak menerima zakat ialah:
1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan
tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup
penghidupannya dan dalam Keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang
diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir
yang ada harapan masuk islam dan orang yang baru masuk islam yang imannya masih
lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang
ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang karena
untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun
orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya
itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah
(sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di
antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fiisabilillah itu mencakup juga
kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan
lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami
kesengsaraan dalam perjalanannya.
3) Asbabun Nuzul:
Ayat ini masih
berhubungan langsung dengan ayat ke 58 yang Asbabun Nuzulnya :
Imam Bukhari
meriwayatkan sebuah hadis melalui Abu Said Al-Khudri r.a. yang menceritakan,
bahwa ketika Rasulullah saw. sedang membagi-bagikan ganimah, tiba-tiba
datanglah seseorang yang pinggangnya ramping/kecil, lalu orang itu berkata,
"Berlaku adillah!" Maka Rasulullah saw. menjawab, "Celakalah
engkau ini, siapakah yang akan berlaku adil jika aku tidak berbuat adil?"
Maka pada saat itu juga turunlah firman-Nya, "Dan di antara mereka ada
orang yang mencelamu..." (Q.S. At-Taubah 58). Ibnu Abu Hatim juga
mengetengahkan hadis yang sama melalui Jabir.
Dan begitupun
ayat 59 dalam surat yang sama, yang pada dasarnya adalah pembelaan Allah SWT
kepada Rasulullah SAW saat orang-orang Munafik yang bodoh mencela Rasulullah
SAW akan pembagian zakat. Kemudian Allah menjelaskan bahwa Allah-lah yang
mengatur pembagian zakat tersebut dan tidak mewakilkan hak pembagian itu kepada
selain-Nya, tidak ada campur tangan Rasulullah SAW. Allah SWT membaginya hanya
untuk mereka yang disebutkan dalam ayat tersebut.
3.
Munasabah
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
4.
Analisa :
Sedekah sama artinya dengan
infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika
infak berkaitan dengan materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal
yang bersifat nonmaterial.
Hadis riwayat Imam Muslim Abu Dzar, Rasullullah menyatakan bahwa
jika tidak mampu bersedekah dengan harta maka membaca tasbih, membaca takbir,
tahmid, tahlil, berhubungan suami istri, dan melakukan kegiatan amar ma’ruf
nahi munkar adalah sedekah.[10]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Zakat adalah
nama bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat tertentu yang
diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak
menerimanya dengan persyaratan tertentu pula. Macam-macam zakat dibagi menjadi 2 yaitu zakat badan dan zakat mal.
Infaq berarti
mengeluarkan sebagiaan dari harta atau pendapatan atau penghasilan untuk suatu
kepentingan yang diperintahkan ajaran islam. Jika zakat ada nisabnya, infak
tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik
yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah ia disaat lapang maupun sempi.
Sedekah sama
artinya dengan infak, termasuk juga
hukum dan ketentuan-ketentuannya. Hanya saja, jika infak berkaitan dengan
materi, sedekah memiliki arti lebih luas, menyangkut hal yang bersifat
nonmaterial.
Maka dari itu,
jalankanlah kamu atas perintah Allah, karena Allahlah yang memberi rizki dan
dalam pembagian rizki Allah SWT memberi hikmah yang sangat dalam pada hal itu.
Kepada-Nyalah tempat kembali maka wahai orang-orang yang beriman, niscaya
kalian akan mendapatkan ganjarannya ketika kalian kembali kepada Allah SWT.
2.
SARAN
Demikianlah
makalah yang dapat kami uraikan, saran dari kelompok kami adalah supaya makalah
ini dapat mengacu dan kami juga mengharapkan saran dari semua pihak untuk menjadikan makalah ini
lebih baik, dan jangan menjadikan makalah ini sebagai satu-satunya pedoman,
karena makalah ini tidak labih sempurna dari buku-buku yang kami jadikan
refrensi.
DAFTAR PUSTAKA
Mu’inudinillah Bashri, Alquran Terjemah, Riels Grafika,
Tanggerang;2009
Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan
Sedekah, Gema Insani Press, Jakarta;1998
Tholhah Ma’ruf dkk, Fiqh Ibadah Versi Ahlussunnah, Lembaga
Ta’lif Wann Nasyir, Kediri;2008
Mardhani, Hadis Ahkam, Raja Grafindo Persada, Jakarta;2012
Wahab Az-zuhaili. TAFSIR AL_MUNIR. Gema insani. Jakarta;
2013
Hasbiyallah, FIQH dan Usul Fiqih, Remaja Rosda Karya,
Bandung;2013
Zainal Abidin dkk, FIQH madzhab syafii, pustaka setia,
Bandung; 1999
[1]
Mu’inudinillah Bashri, Alquran Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009, hal.45
(lihat juga QS. 9: 58,60,103, QS.6:141,
QS.2:267,271, 43,83, 110, 177, 277,
QS.4:77,162, QS.5:12,55,
QS.9:5,11,18,58,60,71, QS.19:31,
QS.22:78, QS.23:4, QS.24:37, 56, QS.27:3, QS:30:39)
[2] Muhammad
Amin Suma, Tafsir Ahkam 1, Logos Wacana
Ilmu, Jakarta;1997, hal.52
[3] Ibid,
hal.54
[4]
Mu’inudinillah Bashri, Alquran Terjemah, Riels Grafika, Tanggerang;2009,
hal.196
[5] Ibid,
hal.408
[6]
Ibid,hal.51
[7] Didin
Hafidhuddin,Panduan Praktis Tentang Zakat, Infak dan Sedekah,Gema Insani
Press,Jakarta;1998, hal.13
[8] Tholhah
ma’ruf dkk, fiqh ibadah versi ahlussunnah, lembaga ta’lif wann nasyir,
kediri,2008, hal.211
[9]Op.cit,
hal.196 (lihat juga pada QS. 9:103, QS. 2:3,195,262, QS. 8:3,4, QS. 3:134)
[10] Didin
Hafidhuddin, op.cit, hal.15
Comments
Post a Comment