QASHASHUL QUR’AN DAN ISRAILIYAT
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Suatu peristiwa yang berhubungan dengan sebab dan
akibat dapat menarik perhatian para pendengar . apabila dalam peristiwa itu
terselip pesan-pesan dan pelajaran mengenai berita-berita bangsa terdahulu,
rasa ingin tahu merupakan faktor paling kuat yang dapat menanamkan kesan
peristiwa tersebut ke dalam hati. Dan nasihat dengan tutur kata yang
disampaikan tanpa variasi tidak mampu menarik perhatian akal, bahkan semua
isinya pun tidak akan bisa dipahami. Akan tetapi bila nasihat itu dituangkan
dalam bentuk kisah yang menggambarkan peristiwa dalam realita kehidupan maka
akan terwujudlah dengan jelas tujuannya. Orang pun akan merasa senang
mendengarkannya, memperhatikannya dengan penuh kerinduan dan rasa ingin tahu,
dan pada gilirannya ia akan terpengaruh dengan nasihat dan pelajaran yang yang
terkandung di dalamnya. Kesusastraan kisah dewasa ini telah menjadi seni yang
khas di antara seni-seni bahasa dan kesusastraan. Dan “kisah yang benar” telah membuktikan
kondisi ini dalam uslub arabi secara jelas dan menggambarkan dalam bentuk yang
paling tinggi, yaitu kisah-kisah al-qur’an.
B.
Rumusan
Masalah
1. Pengertian
Kisah dalam al-Qur’an.
2. Macam-macam
kisah dalam al-Qur’an.
3. Surat-surat dalam al-Qur’an yang mengandung
Qashash.
4. Faedah kisah dalam al-Qur’an.
5. Hikmah
berulang-ulang Qashash dalam al-Qur’an.
6. Penyebab
Qashash dalam al-Qur’an terpencar-pencar.
7. Pengertian
Israiliyat.
8. Sebab-sebab
penggunaan Israiliyat.
9.
Pembagian Israiliyat.
C.
Tujuan
Penulisan
Untuk mempermudah mahasiswa dalam
memahami seluk-beluk qashashul Qur’an dan Israiliyat diantaranya yaitu:
1.
Mengetahui Pengertian Kisah dalam
al-Qur’an.
2.
Mengetahui Macam-macam kisah dalam
al-Qur’an.
3.
Mengetahui Surat-surat dalam
al-Qur’an yang mengandung Qashash.
4.
Mengetahui Faedah kisah dalam
al-Qur’an.
5.
Mengetahui Hikmah berulang-ulang
Qashash dalam al-Qur’an.
6.
Mengetahui Penyebab Qashash dalam
al-Qur’an terpencar-pencar.
7. Mengetahui Pengertian
Israiliyat.
8. Mengetahui Sebab-sebab
penggunaan Israiliyat.
9. Mengetahui Pembagian
Israiliyat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Kisah dalam Al-Qur’an
Menurut
bahasa kata Al-qishash diambil dari kata “
qashsha-yaqushshu “ yang berarti menceritakan. Sedangkan menurut
istilah Qashashul Qur’an ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi
dan Rasul mereka, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa
kini, dan masa yang akan datang.[1]
Yang dimaksud dengan Al-qishash
dalam Al-Qur’an pada pembahasan ini adalah sejarah umat terdahulu serta para
Nabi dan orang-orang shaleh yang berjuang menegakkan kebenaran. Dengan kata
lain, kisah dalam al-Qur’an secara umum memiliki dua kategori yaitu:
1. Cerita
para Nabi atau orang-orang shaleh.
2. Cerita
para penentang kebenaran yang dibawa Nabi [2].
B.
Macam-macam
kisah dalam Al-Qur’an
Didalam Al-Qur’an banyak dikisahkan
beberapa peristiwa yang pernah terjadi dalam sejarah.Dari Al-Qur’an dapat
diketahui beberapa kisah yang pernah dialami orang-orang jauh sebelum kita
sejak nabi Adam; seperti kisah para nabi dan kaumnya. Kisah orang-orang yahudi,
nashrani,sabi’in, majuzi, dan lain sebagainya. Selain itu Al-Qur’an juga
menceritakan beberapa peristiwa yang terjadi di zaman Rasulullah SAW. Seperti
kisah beberapa peperangan ( Badar, Uhud, Hunain ) dan perdamaian ( Hudaibiyah )
dan lain sebagainya.
Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a. Dari
segi waktu
Ditinjau
dari segi waktu kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga, yaitu :
1). Kisah hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.
Contohnya:
Ø Kisah
tentang dialog malaikat dengan tuhannya mengenai penciptaan khalifah bumi
sebagaimana dijelaskan dalam ( Q.S. Al-Baqarah: 30-34 ).
Ø Kisah
tentang penciptaan alam semesta sebagaimana terdapat dalam ( Q.S. Al-Furqan :
59, Qaaf: 38 ).
Ø Kisah
tentang penciptaan nabi adam dan kehidupannya ketika di surga sebagaimana
terdapat dalam ( Q.S. Al-A’raf : 11-25 ).
2). Kisah hal ghaib yang terjadi
pada masa kini, contohnya:
Ø Kisah
tentang turunnya malaikat-malaikat pada malam Lailatul Qadar seperti diungkapkan
dalam ( Q.S. Al- Qadar: 1-5 ).
Ø Kisah
tentang kehidupan makhluk-makhluk ghaib seperti setan, jin, atau iblis seperti
diungkapkan dalam ( Q.S. Al-A’raf: 13-14 ).
3). Kisah hal ghaib yang akan
terjadi pada masa yang akan datang , contohnya:
Ø Kisah
tentang akan datangnya hari kiamat seperti dijelaskan dalam Al-Qur’an surat
Al-Qari’ah, Surat Az-Zalzalah dan lainnya.
Ø Kisah
tentang Abu Lahab kelak di akhirat seperti diungkapkan dalam AL-Qur’an surat
Al-Lahab.
Ø Kisah
tentang kehidupan orang-orang di surga dan orang-orang yang hidup didalam
neraka seperti diungkapkan dalam Al-Qur’an surat Al-Ghasyiah dan lainnya.
b. Dari
segi materi
Ditinjau
dari segi materi, kisah-kisah dalam Al-Qur’an ada tiga yaitu:
1).
Kisah-kisah para nabi, seperti [3]:
Ø Kisah
Nabi Adam (Q.S. Al-Baqarah: 30-39, Al-A’raf :11 ) dan lainnya.
Ø Kisah
Nabi Nuh ( Q.S Hud : 25-49 ).
Ø Kisah
Nabi Hud ( Q.S. Al-A’raf: 65,72,50,58 ).
Ø Kisah
Nabi Idris ( Q.S. Maryam : 56-57, Al- anbiya’ :85-86 ).
Ø Kisah
Nabi Yunus ( Q.S.Yunus : 98, Al-An’am: 86-87 ).
Ø Kisah
Nabi Luth ( Q.S. Hud: 69-83 ).
Ø Kisah
Nabi Salih ( Q.S. Al-A’raf: 85-93).
Ø Kisah
Nabi Musa (Q.S. Al-Baqarah: 49,61, Al-A’raf: 103-157). Dan lainnya.
Ø Kisah
Nabi Harun ( Q.S. An-Nisa:163 )
Ø Kisah
Nabi Daud (Q.S. Saba: 10, Al-Anbiya: 78 )
Ø Kisah
Nabi Sulaiman (Q.S. An-Naml: 15, 44, Saba: 12-14 )
Ø Kisah
Nabi Ayub (Q.S. Al-An’am: 34, Al-Anbiya: 83-84 )
Ø Kisah
Nabi Ilyas ( Q. S. Al-An’am: 85 )
Ø Kisah
Nabi Ilyasa ( Q.S. Shad: 48 )
Ø Kisah
Nabi Ibrahim ( Q.S. Al-Baqarah: 124,132. Al-An’am: 74-83 )
Ø Kisah
Nabi Ismail ( Q.S. Al-An’am:86-87 )
Ø Kisah
Nabi Ishaq (Q.S. Al-Baqarah: 133-136 )
Ø Kisah
Nabi Ya’qub (Q.S. Al-Baqarah (132-140)
Ø Kisah
Nabi Yusuf ( Q.S. Yusuf: 3-102 )
Ø Kisah
Nabi Yahya ( Q.S. Al-An’am: 85 )
Ø Kisah
Nabi Zakaria ( Q.S. Maryam: 2-15 )
Ø Kisah
Nabi Isa ( Q.S. Al-Maidah: 110-120 )
Ø Kisah
Nabi Muhammad SAW ( Q.S. At-Takwir: 22-24, Al-Furqan: 4, Abasa:1-10, At-Taubah:
43-57 dan lainnya)
2).
Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa lalu dan orang-orang yang
tidak dipastikan kenabiannya [4].
Contohnya:
Ø Kisah
tentang Luqman ( Q.S. Luqman: 12-13 ).
Ø Kisah
tentang Dzulqarnain ( Q.S. Al-Kahfi :83-98 ).
Ø Kisah
tentang Ashabul kahfi ( Q.S. al-Kahfi :9-26 ).
Ø Kisah
tentang Thalut dan Jalut (Q.S. Al-Baqarah : 246-251 ).
Ø Kisah
tentang Maryam (Q.S. Maryam :19-35 ).
Ø Kisah
tentang Yajuj ma’fuz (Q.S. Al-Anbiya’: 95-97).
Ø Kisah
tentang Bangsa Romawi (Q.S. Ar-Rum: 2-4).
3).
Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa Rasulullah SAW.
Contohnya:
Ø Kisah
tentang Ababil (Q.S. Al-Fiil:1-5 ).
Ø Kisah
tentang hijrahnya Nabi SAW (Q.S. Muhammad :13 ).
Ø Kisah
tentang perang Badar dan Uhud yang diuraikan dalam Qur’an surat Ali imran.
Ø Kisah
tentang perang Hunain dan At-Tabuk dan lain sebagainya.[5]
C.
2.3 Surat-surat
dalam Al-Qur’an yang mengandung qashash
Pertama;
Al-Fatihah (1); Kisah para Nabi dan orang terdahulu yang menentang Allah,
golongan yang menyimpang dari islam, dan para Nabi, Siddiqin, Syuhada’ dan
Shalihin.
Kedua; Surat
Al-Baqarah (2); Kisah penciptaan Nabi Adam, Kisah Nabi Ibrahim As, dan Nabi
Musa dengan Bani Israil
Ketiga;
Ali ’Imran (3); Kisah keluarga Imran, Perang Badar, dan Perang Uhud.
Keempat; An-Nisa’ (4); Kisah Nabi Musa dan pengikutnya.
Kelima; Al-Maidah
(5); Nabi Musa menyuruh kaumnya memasuki tanah Palestina, Kisah Qabil dan Habil
dan kisah Nabi Isa As.
Keenam;
Al-An’am (6); Kisah umat-umat yang menentang Rasul-rasul, Kisah pengalaman
Nabi Muhammad SAW dan Nabi-nabi pada umumnya, Kisah Nabi Ibrahim yang
membimbing umatnya menuju ketauhidan.
Ketujuh;
Al-A’raf (7); Kisah Nabi Adam dengan iblis, Kisah Nabi Nuh dan kaumnya,
Kisah Nabi Shalih dan kaumnya, Nabi Syu’aib dan kaumnya, serta Nabi Musa dengan
Fir’aun.
Kedelapan;
Al-Anfal (8); Kisah keengganan beberapa orang islam ikut perang badar,
keadaan Nabi Muhammad SAW sebelum hijrah serta permusuhan kaum musyrik terhadap
beliau, Kisah orang kafir musyrik dan ahli kitab serta keburukan-keburukan kaum
munafik.[6]
Kesembilan;
At-Taubah (9); Kisah Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar di Gua Tsur, Perang
Hunain dan Perang Tabuk.
Kesepuluh;
Yunus (10); Kisah Nabi Nuh dan kaumnya, Nabi Musa, Fir’aun dan ahli sihir,
Kisah Bani Isra;il setelah keluar dari Mesir dan kisah Nabi Musa dengan
kaumnya.
Kesebelas;
Hud (11); Kisah Nabi Nuh dan kaumnya, Nabi Hud dan kaumnya, Nabi Shalih dan
kaumnya, Nabi Ibrahim dan kaumnya, Nabi Syu’aib dan kaumnya, Nabi Luth dan
kaumnya serta Nabi Musa dan kaumnya.
Keduabelas; Yusuf (12); Kisah Nabi Yusuf
bersaudara dan Nabi Ayub.
Ketigabelas;
Ar-Ra’ad (13); Kisah pengalaman Nabi-nabi terdahulu.
Keempatbelas;
Ibrahim (14); Kisah Nabi Musa dan kaumnya serta para Rasul zaman dahulu.
Kelimabelas;
Al-Hijr (15); Kisah Nabi Ibrahim dan kaumnya, serta Nabi Luth dan kaumnya,
kaumnya Nabi syu’aib dan Shalih.
Keenambelas;
An-Nahl (16); Kisah Nabi Ibrahim As.
Ketujuhbelas; Al-Isra’ (17);
Kisah isra’ Nabi Muhammad SAW, dan beberapa kisah Bani Israil.
Kedelapanbelas; Al-Kahfi (18);
Kisah Ashabul Kahfi, dua lelaki yang satu kafir dan yang satu mu’min, Nabi Musa
dan Nabi Hidhir, Dzul Qarnain dan Ya’juj Ma’juj.
Kesembilanbelas; Maryam (19);
Kisah Nabi Zakaria, Kelahiran Nabi ‘Isa, Kisah Nabi Isa, Nabi Isma’il dan Nabi
Idris.[7]
Keduapuluh; Taha (20); Kisah
Nabi Musa dan Harun menghadapi raja Fir’aun serta Bani Israil, Kisah Nabi Adam
dan iblis.
Keduapuluhsatu; Al-Anbiya’
(21); Dialog Nabi Ibrahim dengan raja Namrud, Kisah Nabi Nuh, Nabi Daud, Nabi
Sulaiman, Nabi Ayub, Nabi Yunus, dan Nabi Zakaria.
Keduapuluhdua;Al-
Mukminun (23): Kisah Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Musa, dan Nabi Harun serta Nabi
Isa as.
Keduapuluhtiga; An-Nur (24): Qishatul Ifki.
Keduapuuhempat;
Al-Furqon (25): Kisah Nabi Musa, Nabi Hud, Kaum Tsamud dan Nabi Syu’aib.
Keduapuluhlima;
Asy-Syu’ara’ (26): Kisah Nabi Musa dan Fir’aun, kisah Nabi Ibrahim dan
kaumnya, Nabi Hud dan kaumnya, Nabi Luth dan kaumnya, Nabi Syu’aib dan kaumnya.
Keduapuluhenam;
An-Naml (27): Kisah Nabi Sulaiman, burung Hud-Hud, semut dan ratu bilqis, kisah
Nabi Shalih dan kaumnya, nabi luth dan kaumnya.
Keduapuluhtujuh; Al-Qashash
(28): Kisah kejamnya fir’aun dan pertolongan Allah SWT kepada Bani Israil serta
Nabi Musa.
Keduapuluhdelapan;
Al-Ankabut (29); Kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Luth,Nabi Syu’aib, Nabi
Daud, Nabi Shalih, dan Nabi Musa as.
Keduapuluhsembilan; Ar-Rum (29): Kisah
Rumawi dan persi.
Ketigapuluh;
Luqman (31): Kisah Luqman Al-Hakim.
Ketigapuluhsatu;
Al-Ahzab (33): Kisah Perang Ahzab (Khandaq), Zainab binti Jahsy dengan
Zaid, kisah memerangi Bani Quroidhah.
Ketigapuluhdua;
Saba’ (34): Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan kaum saba’.[8]
Ketigapuluhtiga;
Yasin (36): Utusan Nabi Isa kepada penduduk Antaqiyah.
Ketigapuluhempat;
Ash-Shaffat (37): Kisah Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Musa,
Nabi Harun, Nabi Ilyas, Nabi Luth dan Nabi Yunus.
Ketigapuluhlima;
Shad (38): Kisah Nabi Daud, Nabi Sulaiman dan Nabi ayyub as.
Ketigapuluhenam;
Az-Zumar (39): Kisah perintah memurnikan ketaatan kepada allah dan larangan
berputus asa terhadap rahmat Allah SWT.
Ketigapuluhtujuh;
Al-Mu’minun (40): Kisah Nabi Musa dan Fir’aun.
Ketigapuluhdelapan;
Az-Zukhruf (43): Kisah Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa sebagai
perbandingan dan sebagai penawar sewaktu menghadapi kesulitan dalam melakukan
da’wah.
Ketigapuluhsembilan; Ad-Dukhan (44): Kisah Nabi Musa dan Fir’aun.
Keempatpuluh; Al-Jatsiyah (45): Bani Israil yang kufur nikmat.
Keempatpuluhsatu; Al-Ahqaf (46): Kisah Nabi Hud dan kaumnya.
Keempatpuluhdua;
Al-Fath (48): Bai’atur Ridhwan dan Shulhu Hudaibiyah.
Keempatpuluhtiga:
Al-Qamar (54): Kisah kaum yang mendustakan rasul seperti Ad, Tsamud dan Firaun.
Keempatpuluhlima:
Al-Mumtahanah (60) : Nabi Ibrahim dan kaumnya.
Keempatpuluhenam:
An-Nazi’at (79) : Nabi Musa dan Fir’aun.
Keempatpuluhtujuh:
Al-Fil: (105) : isah pasukan bergajah.
Keempatpuluhdelapan
: Al-Lahab (111) :Kisah Abu Lahab dan isterinya.
D.
2.3
Faedah Qashashil Qur’an
Ada beberapa faedah yang dapat
dipetik dari qashashil Qur’an, antara lain :
Pertama
; menjelaskan dasar-dasar da’wah dan pokok-pokok syari’at yang disampaikan oleh
para Nabi, dan menjelaskan bahwa para Nabi terdahulu berada pada jalan yang
benar (21:25).
Kedua
; menguatkan hati Nabi Muhammad SAW. Dan umatnya dalam menegakkan agama Allah
SWT. Serta meyakinkan akan jayanya kebenaran dan hancurnya kebatilan (11:120).[9]
Ketiga
; menyingkap tabir kebohongan ahli kitab yang telah menyembunyikan dan merubah
kitab sucinya, serta menunjukkan kebenaran Nabi dengan kitab Al Qur’an yang
dengan teliti mengoreksi kitab-kitab terdahulu (3:93).
Keempat
; menarik perhatian para pendengar yang diberikan da’wah kepada mereka (12:111).
E.
2.4
Hikmah Berulang- ulang Qashash Dalam Al-Qur’an
Sebuah kisah, sering diulang dalam Al Qur’an, dalam
bentuk yang berbeda-beda. Kadang-kadang panjang, kadang-kadang pendek. Adapun
hikmah pengulangan itu, antara lain :
Pertama;
menunjukkan kebalaghahan Al Qur’an. Setiap mengangkat satu peristiwa dan figur
, selalu diungkap kedalam gaya dan bentuk yang berbeda sehingga selalu sedap
dibaca dan didengar.
Kedua;
menunjukkan i’jaznya , sebagai bukti bahwa Al Qur’an itu benar-benar dari Allah
SWT. Setiap ungkapan dari satu kasus, tidak ada yang dapat ditantang oleh para
penentang baik sastra maupun isinya.
Ketiga;
menunjukkan besarnya perhatian Al Qur’an terhadap kasus yang diulang-ulang
penyebutannya.
Keempat;
menunjukkan perbedaan stressing dari setiap ungkapan yang diulang-ulang dari
Qashash tersebut.[10]
F.
2.5
Mengapa Qashash Dalam Al Qur’an Terpencar-pencar?
Amin al-Khuly dalam Manahijut Tajdid halaman 205 menerangkan dua
alasan tentang terpencarnya ayat- ayat dalam Al Qur’an, yaitu :
Pertama;
Bahwa Al Qur’an tidak dimaksud mengungkapkan sejarah semata sebagaimana buku
sejarah, akan tetapi dalam rangka erat sekali dalam tema-tema ayat sebelumnya.
Yaitu tentang kekuasaan Allah menciptakan alam dan makhluk yang diberi amanah
khilafah, sehingga pembaca Al Qur’an dengan kemampuan menyerap maknanya, akan
terangsang untuk menimbulkan daya kreasi untuk menuturkan keindahan tertib urut
susunannya.
Kedua;
Dari segi psikologis untuk menghindari kejenuhan membacanya. Maka
fragmen-fragmen atau qith’ah-qith’ah yang merupakan tertib secara
berselang-seling itu menimbulkan kesegaran ruhani bagi para pembaca dan
memancarkan refleksi-refleksi tersendiri, sesuai dengan kemampuan dan bakat
yang dimiliki pembaca.[11]
G.
Pengertian
Israiliyat
Secara leksikal, Israiliyat adalah masdar
shinai’y dari kata “israil” yang
merupakan gelar Nabi Ya’kub ibn Ishaq ibn ibrahim a.s. Nabi Ya’kub adalah nenek
moyang bangsa Yahudi, karena kedua belas suku bangsa Yahudi yang terkenal itu
berinduk kepadanya. Ada pendapat yang mengatakan bahwa “Israiliyat” berarti seorang raja, pejuang di jalan Allah. Israiliyat adalah lafadzh jama’ dari Israiliyah. Sedangkan secara etimologi Israiliyat, menurut
Adz-Dzahabi ada dua pengertian:
1.
Kisah dan
dongeng kuno yang menyusup ke dalam tafsir dan hadist, yang sumber
periwayatannya kembali kepada sumber Yahudi, Nasrani atau yang lain.
2.
Sebagian ahli
tafsir hadist memperluas lagi pengertian israiliyat ini sehingga meliputi
cerita-cerita yang sengaja diselundupkan oleh musuh-musuh islam ke dalam tafsir
dan hadist, yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam sumber-sumber lama.
Cerita itu seperti kisah Garamiq, kisah Zainab Jahsi, kisah ini telah
diriwayatkan tidak hanya oleh seorang mufassir, tetapi juga oleh banyak
mufassir dengan riwayat yang berbeda-beda.[12]
H.
Sebab-sebab
Penggunaan Israiliyat
Sebenarnya cara merembesnya cerita-cerita
israiliyat ke dalam tafsir dan hadist didahului oleh masuknya kebudayaan arab
zaman jahiliyah. Bangsa arab pada zaman jahiliyah sering berpindah-pindah, baik
ke arah timur maupun barat. Bangsa Quraisy mempunyai dua tujuan dalam
bepergian. Bila musim panas mereka pergi ke Syam dan bila musim dingin mereka
pergi ke Yaman. Pada waktu itu Yaman dan Syam banyak sekali ahli kitab yang
sebagian besar adalah bangsa Yahudi. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bila
antara orang arab dengan Yahudi terjalin hubungan.
Sering terjadi pertemuan antara kaum
muslimin dengan orang Yahudi, dan sering pula terjadi diskusi dan perdebatan
diantara mereka. Akan tetapi yang lebih penting lagi adalah masuknya islam ke
beberapa golongan Yahudi, seperti Abdullah bin Salam, Abdullah bin Suraya, Ka’ab
Al-Ahbar dan lain-lain yang pada umumnya mempunyai pengetahuan yang luas
mengenai kebudayaan Yahudi. Antara kaum muslimin denga mereka sering terjadi
pertukaran pandangan yang kiranya perlu diperhatikan. Dengan demikian
melekatlah kebudayaan Yahudi dengan kebudayaan islam melalui media yang lebih
luas juga.
Merembesnya cerita Isriliyat ke dalam
tafsir dan hadist secara meluas itu karena telah diketahui oleh para ulama’,
bahwa tafsir dan hadist itu mempunyai dua periode yang berbeda. Pertama, Periode
periwayatan dan kedua, Periode pembukuan.
a.
Periode
Periwayatan Tafsir
Rasulullah
bergaul dengan para sahabatnya dan memberi penjelasan kepada mereka tentang
urusan agama dan dunia yang dianggap penting oleh mereka atau dianggap penting
oleh nabi. Penjelasan nabi itu mencakup tafsir-tafsir ayat Qur’an yang dianggap
masih samar oleh para sahabatnya.
Para
sahabat, memperhatikan dan menghafal penjelasan Nabi tersebut, kemudian mereka
menyampaikannya kepada saudara-saudaranya yang tidak hadir dalam majlis Nabi
dan juga kepada murid-muridnya sampai kepada Tabi’in. Para Tabi’in meriwayatkan
apa yang mereka terima dari para sahabat kepada Tabi’in lainnya, dan juga
mereka menyampaikan kepada para muridnya sampai generasi Tabi’it-tabi’in.
b.
Periode
pembukuan tafsir
Periode
ini dimulai pada akhir abad pertama dan awal abad kedua hijriyah. Awal dari
pembukuan tafsir dan hadist adalah : Ketika Umar bin Abdul Aziz memerintahkan
semua Ulama’ seluruh dunia untuk mengumpulkan hadist-hadist Rasul yang menurut
anggapan mereka sama.
Pembukuan
tafsir dan hadist pada periode ini dilakukan dengan cara mengemukakan
riwayat-riwayat disertai dengan sanadnya sehingga dimungkinkan untuk mengetahui
mutu yang diriwayatkan, baik sahih maupun dha’ifnya, dengan cara meneliti
sanadnya.
c.
Periode
periwayatan hadist
Pada
periode ini cerita israiliyat merembes ke dalam tafsir dan hadist atau dalam waktu
yang sama secara bersamaan. Hal ini terjadi karena pada mulanya tafsir dan
hadist merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Masalah ini terjadi
pada zaman sahabat, mereka membaca Qur’an yang di dalamnya terdapat kisah-kisah
dan berita-berita, mereka melihat bahwa Qur’an menceritakan kisah tersebut
hanyalah dalam batas nasihat atau ibarah.
Kemudian
datanglah periode tabi’in. Pada periode ini penukilan dalil ahli kitab semakin
luas dan cerita-cerita israiliyat didalam tafsir dan hadist semakin berkembang.
Kemudian setelah masa tabi’in tumbuh kecintaan yang luar biasa terhadap cerita
israiliyat dan diambilnya secara ceroboh, sehingga setiap cerita tersebut tidak
ada lagi yang ditolak. Mereka tidak lagi mengembalikan cerita itu kepada
qur’an,walaupun tidak dimengerti.
Perlu
juga diperhatikan bahwa mereka yang menekuni tafsir dan hadist pada periode ini
adalah mereka yang suka berkisah kepada masyarakat di masjid-masjid dan di tempat-tempat
lainnya.
d.
Periode
Pembukuan Hadits
Pada
periode ini, sebagaimana telah kita ketahui, hadits dibukukan dengan bantuan
ilmu lain yang bermacam-macam, dan tafsirpun termasuk salah satu bagian
daripadanya. Secara umum tafsir pada masa ini bersih dari cerita-cerita
israiliyat, kecuali sedikit saja, itupun tidak bertentangan dengan nash syar’i.
Tafsir
terpisah dari hadits, dan masing-masing dibukukan sendiri-sendiri, maka tafsir
yang dibukukan pertama kalinya diterangkan juga masalah sanad-sanadnya, akan
tetapi cerita-cerita israiliyat yang dibukukan, jumlahnya tidak sedikit.
Setelah
itu datanglah suatu masa dimana ulama’ membukukan tafsir dan hadist dengan
membuang sanad-sanadnya, dan kelihatannya tidak ada ketelitian yang mendalam
terhadap apa yang mereka tulis itu.[13]
I.
Macam-Macam
Israiliyat
Cerita-cerita israiliyat terbagi menjadi
tiga bagian, tetpi ada juga yang berbeda pandangan.
1.
Jika dilihat
dari sudut shahih dan tidaknya, cerita israiliyat terbagi pada cerita yang
shahih dan cerita yang dhaif ( termasuk dhaif yang maudu’ ).
2.
Jika dilihat
dari sudut sesuai atau tidaknya cerita israiliyat tersebut dengan syari’at
islam. Jika dilihat dari segi ini, cerita israiliyat terbagi menjadi tiga
bagian: pertama, yang sesuai dengan
syari’at kita. Kedua, yang
bertentangan dengan syari’at dan ketiga
yang didiamkan ( maskud anhu ), yakni tidak terdapat didalam syari’at kita
alasan yang memperkuatnya dan tidak ada pula alasan yang menyatakan tidak ada
manfaatnya.
3.
Jika dilihat
dari segi materinya, cerita israiliyat terbagi menjadi tiga bagian: pertama, yang berhubungan dengan akidah,
kedua yang berhubugan dengan
hukum-hukum, dan ketiga yang
berhubungan dengan nasihat-nasihat atau kejadian-kejadian yang tidak berkaitan
dengan akidah maupun hukum.[14]
BAB
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Qashashul
Qur’an ialah kisah-kisah dalam Al-Qur’an tentang para Nabi dan Rasul mereka,
serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lampau, masa kini, dan masa
yang akan datang. Kisah-kisah
dalam Al-Qur’an dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu :
a. Dari segi waktu.
1) Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa lalu.
2) Kisah
hal ghaib yang terjadi pada masa kini.
3) Kisah
hal ghaib yang akan terjadi pada masa yang akan datang.
b. Dari segi
materi.
1) Kisah-kisah
para nabi.
2) Kisah-kisah
yang berhubungandengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
masa lalu dan orang-orang yang tidak dipastikan kenabiannya.
3) Kisah-kisah
yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi
pada masa Rasulullah SAW.
Surat-surat yang mengandung qashashul qur’an diantaranya yaitu surat Al-Fatihah,
Al-Baqarah, Ali ‘Imron, An-nisa’, Al-Maidah, Al-An’am, Al-A’raf, Al-Anfal, At-Taubah, Yunus, Hud, Yusuf, Ar-Ra’ad, Ibrahim, Al-Hijr, An-Nahl.
Sedangkan
israiliyat adalah cerita-cerita yang diselundupkan oleh musuh-musuh islam
kedalam tafsir dan hadist yang sama sekali tidak dijumpai dasarnya dalam
sumber-sumber lama. Israiliyat dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu;
1.
Dilihat dari
segi shahih atau tidaknya, yaitu cerita yang shahih dan cerita yang dhaif.
2.
Dilihat dari
segi sesuai atau tidaknya israiliyat dengan syari’at islam, yaitu cerita yang
sesuai dengan syari’at, yang bertentangan dengan syari’at, dan yang didiamkan
(maskud anhu).
3.
Dilihat dari
segi materinya, yaitu cerita yang berhubungan dengan akidah, hukum-hukum, dan
kejadian yang tidak berkaitan dengan keduanya.
3.2 SARAN
Demikian yang dapat kami paparkan
mengenai Qashash Al-Qur’an dan Israiliyat, tentunya masih banyak kekurangan
dalam makalah ini. Oleh karena itu kami dari kelompok 09 berharap agar para
pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesmpurnaannya makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan berguna
bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, Pustaka Setia,
Bandung, 1997.
Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2006.
Muchotob hamzah,
studi alqur’an komprehensif.
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an I, Pustaka Setia, 2000.
[1] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, Pustaka Setia, Bandung,
1997, hlm. 27
[2] Rachmat Syafe’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm. 129
[3] Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, Pustaka Setia, Bandung,
1997, hlm. 28
[4] Ibid,. hlm. 29
[5] Ibid,. hlm. 30
[6] Muchotob hamzah, studi alqur’an
komprehensif, hal 201
[7]Ibid,. hlm. 202
[8] Ibid,. hlm. 203
[9] Ibid, hlm. 204- 205
[10] Ibid,. hlm. 206
[11] Ibid, hal. 207
[12] Rachmat Syafe’i, Op. Cit, hal. 104
[13] Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an I, Pustaka Setia, 2000, hal.
242-251
[14] Ahmad Syadali, Op. Cit, hal. 259-265
Israiliyat memang meresahkan umat Islam, semoga kita bijak dalam memilah dan menentukan mana yang benar dan mana yang dusta, sebagaimana disimpulkan oleh para Ulama.. Amin..
ReplyDeleteKeren buk. . Sangat membantu saya... Sukses selalu buk
ReplyDelete