Tasawuf dan Kecerdasan Spiritual
.
Tasawuf
dan Kecerdasan Spiritual
Kecerdasan spiritual menurut Marsha Sinetar, adalah pikiran yang
mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, the is-ness
atau penghayatan ketuhanan yang di dalamnya kita semua menjadi bagian.
Sedang Khalil Kavari mendefinisikan kecerdasan spiritual sebagai
fakultas dari dimensi nonmaterial atauu rh manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita
semua memilikinya. Kita harus mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya
hingga mengkilap dengan tekad yang besar dan mengunakannya untuk meperoleh
kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk kecerdasan lainnya kecerdasan spiritual
dapat ditingkatkan dan juga diturunkan. Tetapi kemmapuannya untuk ditingkatkan
tampaknya tidak terbatas.
Menurut Jalaluddin Rakhmat, cirri atau karakteristik kecerdasan
spiritual ialah:
1.
Mengenal
motif kita yang paling dalam
Motif
yang paling dalam terdapat dalam diri kita. Dalam islam motif yang paling dalam
ialah fitrah, karena Tuhan memasukkan ke dalam hati yang paling dalam
suatu rasa kasih saying kepada sesama. Kita selalu bergerak didorong oleh motif
kasih saying ini.
2.
Memiliki
tingkat kesadaran yang tinggi (self awareness)
Dia
memiliki tingakat kesadaran berarti dia mengenal dirinya dengan baik, dan
selalu ada upaya untuk mengenal dirinya lebih dalam. Jadi, orang yang tingkat
kecerdasan spiritualnya tinggi adalah orang yang mengenal dirinya lebih baik.
3.
Bersikap
responsive pada diri yang dalam
Ia
sering melakukan refleksi dan mau mendengarkan dirinya. Kesibukan sehari-hari
sering membuat orang tidak sempat mendengarkan hati nurani sendiri. Orang
biasanya mau mendengarkanhati nuraninya kalau ditimpa musibah.
4.
Dapat
memanfaatkan dan mentransendenkan kesulitan atau penderitaan
Orang
biasanya mau menghayati dirinya lebih dalam ketika menghadapi kesulitan atau
penderitaan. Jadi, penderitaan bisa membawa kepada peningkatan kecerdasan
spiritual. Orang yang cerdas secara spiritual sewaktu mengalami penderitaan
tidak pernah mencari kambing hitam, tetapi mengambil hikmah dari penderitaan
itu.
5.
Sanggup
berdiri menentang dan berbeda dengan orang banyak
Manusia
cenderung mengikuti trend arus massa. Misalnya orang cenderung mengikuti model
pakaian, rambut dan lain-lain yang sedang banyak diminati. Hal ini secara
spiritual disebut tidak cerdas. Yang disebut cerdas adalah berani berbeda atau
kalau perlu maelawan arus massa jika hal itu dianggap tidak bermanfaat.
6.
Enggan
mengganggu atau menyakiti
Bahwa
alam semesta ini merupakan sebuah kesatuan, sehingga kalau mengganggu alam atau
manusia, maka akhirnya gangguan itu akan menimpa dirinya. Misalnya kalau
membuang sampah sembarangan, maka alam akan mengganggu dia dengan mendatangkan
penyakit atau abnjir. Begitu pula kalau merampas hak-hak orang lain, maka suatu
saat itu akan balik menyakiti. Jadi, ciri kecerdasan spiritual adalah enggan
menimbulkan gangguan dan kerusakan kepada alam dan manusia di sekitarnya.
7.
Mempermalukan
agama secara cerdas
Maksudnya
dia beragama, menganut suatu agama, tetapi tidak menyerang orang yang beragama
lain. Kalau dia menganut satu madzhab atau paham dalam agamanya tidak menyerang
orang yang mengaut madzhab atau paham yang lain dalam agamanya. Orang yang menyerang orang yang beragama atau
madzhab lain tidak cerdas secara spiritual.
8.
Mempermalukan
kematian secara cerdas
Maksudnya
memandang kematian sebagai peiristiwa yang harus dialami oleh setiap orang.
Kematian sering meninggalkan penderitaan bagi orang yang ditinggalkan, tetapi
malah kadang-kadang mengakhiri penderitaan bagi yang bersangkutan dan orang
banyak. Misalnya mantan Presiden Soeharto masih sering didemo oleh mahasiswa,
sehingga menimbulkan penderitaan karena sering bentrok dengan aparat keamanan.
Tetapi kalau dia sudah meninggal mungkin dia tidak didemo lagi.
Dilihat dari
perspektif sufistik ciri-ciri kecerdasan spiritual itu juga terdapat dalam
tasawuf. Misalnya motif yang dalam, kesadaran yang tinggi, dan sikap responsifang
terhadap diri menurut tasawuf dapat diwujudkan dengan berbagai cara, seperti tafakkur
dan uzlah.
Tafakkur berarti
perenungan, yaitu merenungkan ciptaan Allah, kekuasaannya yang nyata dan
tersembunyi serta kebesarannya di langit dan bumi. Tafakkur sebaiknya dilakukan
setiap hari, terutama pada tengah malam.
Karena tengah malam merupakan saat yang paling baik, lengang, jernih, dan tepat
untuk penyuciaan jiwa. Ketika bertakafur kita dianjurkan untuk merenungkan
karunia, kemurahan dan nikmat yang telah dilimpahkan oleh Allah. Tafakkur mengenai
nikmat Allah akan mendorong kita untuk selalu mensyukuri dan menyibukkan diri
dengan ibadah dan amal saleh sebagai
wujud kecintaan kepada Allah. Kita juga dianjurkan bertakaffur mengenai
kefanaan kehidupan dunia dan kekalnya
kehidupan akhirat. Takaffur seperti ini mendorong sikap Zuhud
terhadap dunia dan kecintaan kepada akhirat.
Kemudiaan ciri-ciri
kecerdasan spiritual tadi menurut tasawuf
juga dikembangkan dengan cara uzlah. Uzlah berarti mengasingkan diri
dari pergaulan dari masyarakat untuk menghindari maksiat dan kejahatan serta
melatih jiwa dengan melakukan ibadah, zikir, do’a dan tafakkur tentang kebesaran
Allah dalam mendekatkan diri kepadanya.
Ciri kecerdasan
spiritual tentang kemampuaan mentransedenkan penderitaan menurut tasawuf dapat
dilakukan misalnya dengan sikap tawakal
dan ridha. Tawakal berarti berserah diri kepada keputusan Allah, terutama kita
melakukan suatu pertbuatan atau ikhtiar. Jadi, tawakal harus didahului oleh
ikhtiar untuk memenuhi suatu keperluan. Misaluntuk hidup layak maka orang harus
bekerja keras melakukan pekerjaan yang halal. Bagaimana hasilnya, sukses atau
gagal, bahagia atau sengsara, sepenuhnya diserahkan kepada Allah.
Ridha berarti
senang, manksudnya senang menjadikan Allah sebagai Tuhan, senang kepada ajaran
dan takdirnya, bahagia atau sengsara. Orang yang telah mencintai Allah akan
senang dengan segala hal yang datang dari Allah,termasuk cobaan hidup, seperti
penderitaan.
Lalu kecerdasan
spiritual tentang kemampuan menentang atau berbeda dengan orang banyak dapat
dikembangkan dengan sikap syaja’ah. Syaja’ah berarti berani, mangsudnya berani
melakukan tindakan yang benar walaupun
harus menanggung risiko yang berat. Ini sesuai dengan ungkapan yang mengatakan
“berani karena benar, takut karena salah”. [3]
Orang-orang yang mengaktualisasikan diri menurut Abraham Maslow
disebut “kemerdekaan psikologis” mereka mampu mengambil keputusan-keputusan
mereka sendiri, sekalipun melawan penapat khalayak ramai.[4]
Kemudiaan ciri
kecerdasan spiritual tentang keenggangan
mengganggu dan menyakiti ada kesamaannya dengan sikap shidiq dalam tasawuf.
Shidiq berarti benar dan jujur, maksudnya benar dan jujur dalam perkataan dan
perbuatan. Membiasakan sikap benar merupakan salah satu cara mendekatkan diri
kepada Tuhan, dan bersikap benar juga merupakan nilai hidup yang sangat penting
dalam hubungan sesama manusia dan alam, sekaligus menjadi sendi kemajuaan
manusia sebagai pribadi dan kelompok.
Mengenai ciri
kecerdasan spiritual tentang memperlakukan agama secara cerdas ini sesuai
dengan tasawuf, karena tasawuf
mengajarkan dimensi isoteris (batiniah) agama, yaitu perbuatan hati
seperti sabar, ikhlas,sederhana, adil, dan semacamnya. Perbuatan hati bersifat
sabar, ikhlas, sederhana, adil dan seemacamnya. Perbuatan hati bersifat
universal melintasi batas-batas agama.
Akhirnya, ciri
kecerdasan spiritual tentang memperlakukan kematiaan secara cerdas ini juga sesuai
dengan ajaran tasawuf dengan berdasarkan
Al-Qur’an dan hadits tasawuf
mengajarkan bahwa kematiaan harus diingat, karena kematiaan itu pasti akan
dialami oleh setiap orang. Kematian harus selalu diingat supaya orang
beribadah, beramal saleh, serta menjahui perbuatan maksiat dan kejahatan. Kalau
lupa mati biasanya membuat oarang lupa pada ibadah, amal shaleh serta cenderung
berbuat maksiat dan kejahatan.
Dengan demikian,
ciri-ciri kecerdasan piritual juga tertdapat dalanm tasawuf, sehingga orang
yang menjalankan tasawuf dengan baik, maka ia juga cerdas secara spiritual.[5]
bikin artikelnya terlalu memaksakan diri
ReplyDelete