KECERDASAN EMOSIONAL

Tasawuf dan kecerdasan emosional
Kecerdasan emosional menurut Daniel Goleman adalah kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orrang lain.
          Dengan demikian kecerdasan emosional mencakup
1.             Kesadaran diri, berarti menegtahui apa yang kita rasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
2.             Pengaturan diri ialah menangani emosi sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran, dan mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
3.             Motivasi berarti menggunakna hasrat yang paling dalam untuk menggerakkan dan menuntun kita menuju sasaran, membantu kita mengambil inisiatif dan berrtindak sangat efektif dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
4.             Empati adalah merasakan apa yang dirasakan olehorang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan bermacam-macam orang.
5.             Keterampilan social adalah menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan social, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam tim.
Dilihat dari perspektif sufistik unsur-unsur kecerdasan emosional itu juga ada dalam tasawuf. Misalnya kesadaran diri dalam tasawuf disebut muhasabah. Muhasabah berarti melakukan perhitungan, yaitu perhitungan terhadap diri sendiri mengenai perbuatan baik dan buruk yang pernah dilakukan. Tujuannya adalah mengurangi atau kalau bisa menghilangkan perbuatan buruk dan meningkatkan perbuatan baik.
Konsep muhasabah sering dikaitkan dengan ucapan Ali bin Abi Thalib yang mengatakan bahwa orang harus menghitung diri sendiri sebelum dihitung amalnya oleh Allah.
Selain itu sebagian pakar tasawuf ada yang mengaitkan konsep muhasabah dengan Abu Abdullahal-Harits bin Asad al-Muhasibi. Al-Muhasibi sering menggunakan konsep muhasabah dalam ajaran tasawufnya. Menurut dia, motivasi manusia untuk melakukan perhitungan diri sendiri mengandung harapan dan kecemasan, dan perhitungan itu merupakan landasan perilaku yang baik dan taqwa.
Kemudian pengaturan diri dalam tasawuf  banyak kesamaannya dengan sabar. Sabar berarti menahan, maksudnya menahan diri dari keluh kesah ketika menjalankan ajaran Tuhan dan sewaktu menghadpai musibah. Jadi, sabar meliputi urusan dunia dan akhirat.
Banyak ayat al-Qur’an yang memerintahkan kita untuk selalu bersabar, antara lain QS. Ali ‘Imron: 200 yang artinya:
$ygƒr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçŽÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 šcqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ  
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu”.
Kesabaran ada beberapa macam:
1.              Bersabar untuk menjauhi larangan Allah, seperti berzina, mabuk, berjudi, mencuri dan korupsi.
2.             Sabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, memeliharanya terus menerus, menjaganya dengan ikhlas dan memperbaikinya dengan pengetahuan. Dalam islam ada perintah menjalankan ibadah, seperti shalat, puasa, zakat dan haji. Kemudian ada perintah berlaku jujur, membantu sesame yang lemah dan sebagainya.
3.             Sabar ketika menghadapi musibah, seperti kematian, kecelakaan, usaha bangkrut, dipecat dair pekerjaan, difitnah, dan sebagainya.  Orang harus bersabar dalam menghadapi musibah, karena musibah itu merupakan cobaan dari Allah, apakah ia dapat menjalaninya dengan sabar atau berkeluh kesah. Kemudian harus ingat bahwa nikmat yang telah diterima dari Tuhan selama ini masih lebih besar dari pada musibah yang menimpanya.
Lalu motivasi dalam tasawuf  banyak kesamaannya dengan raja’ (harapan atau optimisme).  Sebab orang yang memiliki motivasi biasanya optimistis dan sebaliknya orang yang otimistis dalam hidupnya biasanya memiliki motivasi.
Dalam tasawuf raja’ berarti bersikap otimistis terhadap rahmat Allah. Tetapi optimisme bertingkat-tingkat. Tingkat yang paling tinggi adalah harapan para sufi untuk mnedekat dan bertemu dnegan Allah.
Sedang bagi orang awam atau orang yang bukan sufi, raja’ berarti mengharap kesejahteraan di dunia dan keselamatan di akhirat. Orang yang selamat di akhirat adalah orang yang mendapat ampunan Allah. Karena itu, orang harus selalu bertobat memohon ampunan Allah dan berharap Allah mengampuninya.
Sedang optimisme dalam kehidupan dunia berarti berharap untuk mendapatkan kesejahteraaan yang baik, seperti rizki yang banyak, kedudukan yang tinggi, menjadi orang yang berkuasa. Untuk mencapai hal ini orang harus bekerja keras dengan cara yang halal. Orang yang tidak mau berikhtiar, tetapi mengharapkan taraf  kehidupan yang baik tidak disebut dengan raja’, tetapi tamanni (berangan-angan). Orang ahrus memiliki raja’ dan tidak boleh tamanni.
Kemudian mengenai empati dalam tasawuf ada itsar. Itsar adalah mendahulukan dan mengutamakan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Karena itu, itsar lebih sekedar empati, yaitu lebih dari sekedar merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain.
Lalu tentang keterampilan social dalam tasawuf ada konsep syaja’ah. Secara harfiah syaja’ah berarti berani, meaksudnya berani melakukan tindakan yang benar. Tetapi sikap berani harus disertai pertimbangan yang matang dan pikiran yang tenang. Hal ini sesuai dengan ucapan Nabi Muhammad:
“Bukanlah pemberani orang yang kuat berkelahi sesungguhnya pemberani itu adalah orang yang sanggup menguasai hawa nafsunya di akalah marah”. (HR. BukharidanMuslim)
Sikap berani dapat dilihat pada stabilnya pikiran seseorang ketika menghadapi bahaya. Ia tetap melakukan pekerjaan dengan hati yang teguh dan akal yang sehat serta tidak gentar menghadapi ancaman dan celaan sebagai  konsekuensi tindakannya. Hal ini sudah dipraktekkan oleh Nbi Muhammad SAW dan para sahabatnya ketika menyebakan Islam.
Dengan demikian, unsure-unsur kecerdasan emosional juga ada dalam tasawuf, sehingga orang yang mengamalkan tasawuf dengan baik, maka ia juga cerdas  secara emosional.

Comments

Popular posts from this blog

PIDATO IDIOLOGI WANITA SHOLEHAH

PPKN Kelas 5 ( (keragaman sosial budaya Masyarakat)

Pengertian IAD , ISD dan IBD