ORGANISASI PROFESI KEGURUAN
ORGANISASI
PROFESI KEGURUAN
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Organisasi Profesi Keguruan
Secara sederhana, organisasi dapat diartikan
sebagai suatu perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peranan
tertentu dan melaksanakan kegiatan sesuai dengan peranan tersebut bersama-sama
secara terpadu mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama.
Organisasi sebagai arena perserikatan
orang-orang yang beraktifitas, aktifitas orang-orang yang tersebut terarah
kepada pencapaian tujuan.
Berdasarkan konsep umum, terdapat
bagian-bagian pokok dalam organisasi, yaitu :
1. Kesatuan
social, berarti organisasi terdiri dari kelompok (himpunan, perserikatan) orang
yang saling berinteraksi, saling tergantung sama lain dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya masing-masing dalam suatu kesatuan yang bermakna bagi
dirinya dan bagi oranisasi.
2. Struktur
dan koordinasi, berarti aktifitas orang-orang dalam organisasi dirancang dan
disusun dlam suatu pola tertentu yang menggambarkan tugas pokok dan fungsi, mekanisme
kerja setiap bagian, dan hubungan kerja antar bagian. Pelaksanaan kegiatan
setiap bagian tersebut dilakukan secara bersama-sama, menyeluruh, seimbang dan
terpadu.
3. Batasan
yang dapat diidentifikasi. Setiap organisasi mempunyai batasan yang membedakan
antara anggota organisasi dan bukan anggota organisasi, siapa dan apa yang
menjadi bagian dan bukan menjadi bagian organisasi. Batasan organisasi dapat
diidentifikasi melalui kontrak perjanjian yang disepakati oleh anggota dan
organisasi. Anggota organisasi mempunyai ikatan dan berkontribusi secara
terus-menerus melakukan aktifitas organisasi. Batasan organisasi ini juga dapat
teridentifikasi melalui aktifitas organisasi, yang dilakukan oleh para
anggotanya.
4. Tujuan.
Organisasi timbul dan melakukan aktifitas untuk mencapai tujuan. Tujuan
organisasi mencakup juga tujuan-tujuan individu yang berada dalam organisasi
tersebut. Tujuan organisasi tidak dapat dicapai oleh orang-orang yang berada di
dalam organisasi secara sendiri-sendiri, tetapi harus dilakukan secara kerja
sama yang saling mendukung secara berkelompok. [1]
Menurut pendapat
yang
dikemukakan oleh Robbin bahwa organisasi mengakui adanya kebutuhan untuk
mengkoordinasi pola interaksi para anggota organisasi secara formal. Struktur
organisasi menetapkan bagaimana tugas akan dibagi, siapa yang melapor, dan
mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti.
Struktur organisasi mempunyai tiga komponen,
yaitu :
1. Kompleksitas
mempertimbangkan tingkat diferensiasi yang ada dalam organisasi. Termasuk di
dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian kerja, jumlah tingkatan di
dalam hierarki organisasi serta tingkat sejauh mana unit-unit organisasi
tersebar secara geografis.
2. Formalitas
merupakan tingkat sejauh mana sebuah organisasi menyandarkan dirinya kepada
peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku dari para pegawainya.
3. Sentralisasi
mempertimbangkan di mana letak dari pusat pengambilan keputusan. Sentralisasi
dan desentralisasi merupakan dua ujung dari sebuah rangkaian kesatuan (continuum). Organisasi cenderung untuk
desentralisasi atau cenderung didesentralisasi. Namun, menetapkan letak
organisasi di dalam rangkaian keputusan tersebut, merupakan salah satu factor
utama di dalam menentukan apa jenis struktur yang ada.
Sebagai suatu organisasi, organisasi asosiasi
profesi keguruan menyerupai suatu system yang senantiasa mempertahankan keadaan
yang harmonis. Ia akan menolak keluar komponen system yang tidak mengikuti arus
atau meluruskannya. Dalam praktik keorganisasian, anggota yang mencoba
melanggar aturan main organisasi akan diperingatkan, bahkan dipecat. Jadi dalam
suatu organisasi profesi, ada aturan yang jelas dan sanksi bagi pelanggar
aturan.[2]
Jabatan
guru meupakan jabatan profesional, yang mana pemegangnya harus memenuhi kualifikasi
tertentu. Kriteria jabatan profesional antaa lain bahnwa jabatan itu melibatkan
kegiatan intelektual, memiliki batang tubuh yang ilmu yang khusus, memerlukan
persiapan lama untukk memangkunya, memerlukan latihan dalam jabatan yang
berkesinambungan, meupakan karier hidup dan keanggotaan yang permanen,
menentukan baku perilakunya, mementingkan layanan, mempunyai organisasi
pofesional, dan mempunyai kode etik yang diikuti oleh anggotanya, inilah yang
disebut sebagai profesi keguruan.
Jabatan
guru belum dapat memebuhi secara maksimal persyaratan itu, namun
perkembangannya di tanah air menunjukkan arah untuk tepenuhinya tersebut. Usaha
untuk ini sangat tergantung kepada niat, perilaku dan komitmen dari guru
sendiri dan organisasi yang berhubungan dengan itu, selain juga oleh
kebijaksanaan pemerintah. Maka dari itu muncullah organisasi-organisasi
keguruan yang tebentuk sebagai bentuk solidaritas dalam membangun kebesamaan
guru-guru di seluruh Indonesia.[3]
Diperkuat lagi dalam UU nomor 14 tentang guru dan dosen yang
menyebutkan bahwa organisasi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang
didirikan dan diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru.
Sehingga dengan adanya organisasi profesi keguruan ini, segala kewenangan yang
berkaitan dengan guru dan profesionalitasnya adalah mutlak menjadi hak yang
wajib dimiliki oleh setiap guru yang ada di Indonesia. [4]
B.
Fungsi Organisasi Profesi Keguruan
Fungsi atau peranan dari organisasi
keguruan ini adalah meningkatkan mutu profesional keguruan, yang kebanyakan
dewasa ini belum begitu ditonjolkan oleh organisasi-organisasi keguruan yang
ada. Progam kegiatan yang harusnya diencanakan dalam organisasi-organisasi
keguruan ini meliputi kegiatan atau program yang bekaitan dengan perbaikan cara
mengajar, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan guru, peningkatan
kulalifikasi guru, pemecahan problematika yang sedang terjadi mengenali
profesoinal guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang profesional yang
dihadapi oleg para guru. Namun pada kenyataannya organisasi-organiasasi
keguruan ini belum banyak merencanakan hal itu, akan tetapi masih mengandalkan
pihak pemerintah, misalnya saja dalam merencanakan dan melakukan
program-program penataran guru serta program-program di dalamnya sebagai upaya
meningkatkan mutu profesional guru.[5]
C.
Jenis-jenis Organisasi Profesi Keguruan
Dalam
perkembangannya, organisasi keguruan ini kian bertambah, hal ini memiliki
tujuan utuk menyatukan gerak langkah dan mengendalikan keseluruhan profesi
guru. Diantara organisasi-organisasi tersebut adalah:
1. PGRI
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sudah
didirikan sejak 25 November 1945, di Surakarta sebagai perwujudan aspirasi guru
Indonesia dalam mewujudkan cita-cita perjuangna bangsa. Salah satu tujuan PGRI
adalah mempertinggi kesadaran, sikap, mutu, dan kegiatan profesi guru serta
meningkatkan kesejahteaan para guru. Menurut Busini, terdapat empat misi utama
PGRI ini, yaitu:
a. Misi politis/ideologis
b. Misi persatuan organisatoris
c. Misi profesi
d. Misi kesejahteraan[6]
PGRI sebagai organisasi profesi, berfungsi sebagai
wadah kebersamaan dan rasa kesejawatan para anggota dalam mewujudkan
keberadaannya di lingkungan masyarakat, memperjuangkan segala aspirasi dan
kepentingan suatu profesi, menetapkan standar perilaku profesional, melindungi
seluruh anggotanya, meningkatkan kualitas kesejahteraan, dan mengembangkan
kualitas pribadi dan profesi.[7]
2. MGMP
Disamping organisasi PGRI juga ada MGMP, yaitu Musyawarah
Guru Mata Pelajaran, yang mana seluruh guru mata pelajaran yang sama akan
dipertemukan dalam forum ini untu membahas mengenai kelanjutan pembelajaran. MGMP
ini didiikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan mutu dan profesionalisasi dari guru
dalam kelompoknya masing-masing. Kegiatan-kegiatan dalam kelompok ini diatur
dengan jadwal yang cukup baik, namun belum ada keterkaitan dengan hubungan
formal antara kelompok guru-guru dalam MGMP ini PGRI.
3. ISPI
Ikatan
Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini telah mempunyai
divisi-divisi antara lain, antara lain IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia), HISAPIN (Himpunan Sarjana
Administrasi Pendidikan Indonesia), HSPBI (Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa
Indonesia), dan lain sebagainya. Hubungan formal antara organisasi-organisasi
ini dengan PGRI masih belum tampak nyata, sehingga belum didapat kerja sama
yang saling menunjuang dan menguntungkan dalam peningkatan mutu anggotanya.[8]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dalam UU nomor 14 tentang guru dan dosen yang menyebutkan bahwa
organisasi guru adalah perkumpulan yang berbadan hukum yang didirikan dan
diurus oleh guru untuk mengembangkan profesionalitas guru. Sehingga dengan
adanya organisasi profesi keguruan ini, segala kewenangan yang berkaitan dengan
guru dan profesionalitasnya adalah mutlak menjadi hak yang wajib dimiliki oleh
setiap guru yang ada di Indonesia.
2.
Fungsi atau peranan dari organisasi
keguruan ini adalah meningkatkan mutu profesional keguruan, yang kebanyakan
dewasa ini belum begitu ditonjolkan oleh organisasi-organisasi keguruan yang
ada. Progam kegiatan yang harusnya diencanakan dalam organisasi-organisasi
keguruan ini meliputi kegiatan atau program yang bekaitan dengan perbaikan cara
mengajar, peningkatan pengetahuan dan ketrampilan guru, peningkatan
kulalifikasi guru, pemecahan problematika yang sedang terjadi mengenali
profesoinal guru, atau melakukan penelitian ilmiah tentang profesional yang
dihadapi oleg para guru.
3.
Jenis-jenis organisasi profesi keguruan
yaitu:
a. PGRI
b. MGMP
c. ISPI
B.
Penutup
Demikianlah makalah yang kami susun, kami menyadari bahwa makalah
ini jauh dari kata sempurna. Kritik dan saran yang membangun kami harapkan dari
pembaca demi sempurnanya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ali
Mudlofir, Pendidik Profesional, Jakarta,
Rajawali Pers, 2013
Aan
Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2012
Didi Supriadie dan Deni Darmawan, Komunikasi
Pembelajaran, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012
Mampan
Drajat, Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta, 2014
Soetjipto dan
Raflis Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta, Rineka Cipta, 2011
[1] Ali Mudlofir, Pendidik Profesional, Jakarta, Rajawali
Pers, 2013, hlm. 229-230
[3] Soetjipto dan Raflis
Kosasi, Profesi Keguruan, Jakarta,
Rineka Cipta, 2011, hlm. 35
[4] Mampan Drajat, Etika Profesi Guru, Bandung, Alfabeta,
2014, hlm. 65
[5] Aan Hasanah, Pengembangan Profesi Guru, Bandung, CV.
Pustaka Setia, 2012, hlm. 29
[7] Didi
Supriadie dan Deni Darmawan, Komunikasi
Pembelajaran, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2012, hlm. 50
[8] Ibid, Soetjipto dan Raflis Kosasi, hlm. 36
Comments
Post a Comment