AGAMA BUDHA



AGAMA BUDHA

Disusun guna memenuhi tugas
Mata Kuliah: Perbandingan Agama
Dosen Pembimbing: Efa Ida Amaliyah, MA


Disusun Oleh:
1.      Wahyu Hikmawati           (1310110052)
2.      Randi Julianto                  (1310110058)
3.      Sulfiana Mufidah             (1310110068)
4.      Maulida Fitriana               (1310110076)

 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS
JURUSAN TARBIYAH/PAI
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Telah kita ketahu bahwasanya di dunia ini terdapat bermacam-macam agama. Mulai dari agama samawi sampai dengan agama ardhi. Ada tiga agama besar di dunia yakni Islam, Kristen, dan Budha. Agama Islam dibawa oleh Nabi Muhammad, sedangkan agama Islam dibawa oleh Yesus Kristus dan agama Budha dibawa oleh Siddharta Gauttama.
Dalam makalah ini kami akan mencoba membahas secara singkat tentang agama Budha, baik dalam segi sejarah, kitab suci, ajaran-ajaran pokok, serta sekte-sekte dalam agama Budha. Agama Budha merupakan agama yang mempunyai kitab suci yaitu kitab suci Tri Pitaka dan mempunyai hari besar agama yang disebut hari raya Tri Suci Waisak.
Sebagaimana agama, ajaran Budha tidak bertitik tolak dari Tuhan dan hubungan-Nya dengan alam semesta dan seluruh isinya, termasuk manusia dalam kehidupan sehari-hari, khususnya tentang tata susila yang harus dijalankan manusia agar terbebas dari lingkaran sukkha yang belum mendapat perhatian yang semestinya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana sejarah agama Budha?
2.      Bagaimana ajaran-ajaran agama Budha dalam kitab sucinya?
3.      Bagaimana sekte-sekte dalam agama Budha?
4.      Bagaimana pandangan agama Islam terhadap agama Budha?



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Buddha Gautama
Menurut Rifa’i perkataan Buddha terbentuk dari kata kerja “budha” yang artinya bangun, bangun dari kesesatan dan keluar ditengah-tengah cahaya pemandangan yang benar. Buddha adalah orang yang mendapat pengetahuan dengan tidak mendapat wahyu dari Tuhan dan bukan dari seorang guru, sebagaimana disebutkan dala Mahavagga 1,67 :”aku sendiri yang mencapai pengetahuan, akan kukatakan pengikut siapakah aku ini? Aku tak mempunyaiguru, aku guru yang taka da bandingannya”.
Buddha bukan nama orang melainkan gelar. Nama pendiri agama Buddha ini adalah Sidharta Gautama atau juga bisa disebut Cakyamuni, artinya orang tapa dari suku turunan Cakyas.
Sidharta Gautama dilahirkan dari seorang raja Sudhodana di Kapilawastu, sebelah utara Benares di daerah Nepal sekarang, dilereng pegunungan Himalaya pada tahun 566 SM. Diwaktu beliau dilahirkan oleh beberapa Brahmana pandai, diramalkan bahwa anak itu akan meninggalkan keratin dan menjadi bikshu, yakni seorang padre yang hidupnya mengemis. Sudhodana sangat masgul mendengar ramalan itu. Ia mencoba memikat hati putranda dengan memanjakannya dengan segala kenikmatan hidup. Dengan demkian tidaklah akan timbul keinginannya untuk meninggalkan segala kenkmatan itu dan meggantinya dengan hidup yang serba berat sebagai seorang bikshu. Untuk Sidharta didirikan keratin yang indah dimana hanya ada orang muda, sehat, dan cantik sehingga dia tidak mengenal sakit, kesusahan, kesengsaraan dan kemauan. Ia mendapat pengajaran yang sempurna dalam segala kecakapan dan ilmu yang perlu bagi seorang kesatria, sehingga dalam segala pertandingan ia menang. Istrinya Yasodhara didapatkan dalam sebuah Swayamwara sesuai dengan kaum kesatria pada masa itu. Ia menikah pada umur 15 tahun dan mendapat seorang potra bernama Ragula.
Demikianlah hidup Sidharta selalu diliputi kesenangan dan kenikmatan, tapi hukum karma tak dapat dielakkan. Beberapa peristiwa menggoncangkan hidupnya, secara kebetulan ia berturut-turut melihat empat peristiwa, 1. Seorang tua jompo, 2. Orang sakit, 3. Mayat yang sedang diangkut, 4. Seorang pengemis keramat.
Meskipun sebelumnya sudah diatur sedemikian rupa, agar ditepi jalan jangan ada pandangan yang menimbulkan pikiran tidak diinginani Sudhodana itu. Ia sangat tertarik oleh ketenangan dan kebahagiaan yang bersinar dalam langkah pengemis keramat itu, oleh sebab itu diputuskanya untuk meninggalkan keraton dengan segala kenikmatan itu. Ia pergi mengambara di hutan raya untuk mencari kebenaran yang akan mendatangkan kebahagiaan bagi semua orang.
Pada waktu ia pergi para dewa membantunya. Ia pergipada suatu malam dengan menaiki kudanya Kanthaka dan diiringi oleh pengawalnya Ghanna namanya. Pagi hrinya setelah Sudharta jauh dari Kapilawastu dan sudah sampai di hutan, Pakaiannya yang serba indah dibuka dan diganti dengan pakaian yang sederhana. Ia berjalan kaki dan kuda beserta pengawalnya disuruh pulang. Ia terus mengembara mencari pengetahuan batin yang setinggi-tingginya.
Enam tahun ia mengembara, belum juga dapat apa yang dia cari. Pernah ia menjumpai dua orang guru yang menyuruhnya untuk menyiksa diri, tetapi pelajaran mereka satu persatu pun tidak ada faedahnya menyiksa diri semacam ajaran sang guru itu, dan sesudah ia makan lagi seperti biasa, barulah karena keyakinan sendiri menemui jalam yang dikehendakinya. Pada waktu di bawah pohon Bodhi (=ilmu pengetahuan, keinsafan) datanglah si dewa jahat menggoda, tapi dapat dikalahkan. Dan sesudah mengalahkannya itu, ia tahu mahatahu. Ia tahu sebab segala penderitaan di dunia ini, dan bagaimana cara menghilangkannya.
Tapi ia lama bimbang, apakah ia akan menyebarkan pengetahuannya itu pada manusia di dunia ini? Kemudian ia menghadap Dewa Brahma dengan memohon kepadanya atas nama para dewa dan atas nama semua manusia supaya menyebarkan pengetahuannya yang sungguh akan menyinari dunia ini. Sejak itulah Sidharta menjadi Budha artinya yang disinari dan peristiwa itu terjadi pada tahun 531 SM, saat ia berusia 35 tahun.
Ia menyiarkan keyakinannya di negeri-negeri suci Budha selama 45 tahun, ia melihat melihat penganut-penganutnya bertambah, bahkan raja-raja, rakyat senegara berduyun-duyun meminta wejangan petunjuk hidup. Ketika umur 28 tahun Ckyamuni meninggal atau dalam istilah Budha disebut ia naik ke Nirwana. Jenazahnya dibakar dan abunya dibagi-bagikan pada penganutnya yang datang dari tempat yang jauh, dalam delapan bagian. Lalu disimpan dalam upacara pula dalam stupa yang istimewa.[1]
Oleh sebab itu agama Budha mempunyai hari raya yang disebut hari raya Tri Suci Waisak, dimana memperingati tiga peristiwa penting yaitu kelahiran Sidharta, pencapaian penerangan yang sempurna, parinibbana-nya Sang Budha.

B.     Kitab Suci Agama Budha
Kitab suci dalam agama Budha disebut dengan Tripitaka. Tri berarti tiga dan pitaka bermakna keranjang atau bakul, tapi yang dimaksud keranjang disini adalah keranjang hikmah.
Adapun yang termuat dalam Tripitaka itu adalah:
1.         Sutta Pitaka, berisikan himpunan ajaran dan khutbah Budha Gautama. Bagian besar dari padanya terdiri atas percakapan (dialog) antara Budha dengan berbagai muridnya. Di dalamnya juga himpunan kata-kata hikmah, himpunan sajak-sajak agamawi, kisah-kisah kiasan, kisah berbagai orang suci dan sebagainya. Keseluruhan himpunan ini lebih ditujukan bagi kalangan awam dalam agama Hindu.
2.         Vinaya Pitaka, berisi peraturan tata hidup setiap anggota biara (sangha). Dalam himpunan itu juga dibuat tentang sejarah pendirian biara. Himpunan dalam Vinaya ini lebih ditujukan kepada para rahib yang dipanggil dengan Bikkhu dan Bikkhuni.
3.         Abidhamma Pitaka, berisi berbagai himpunan yang mempunyai nilai tinggi (great values), berisikan pembahasan mendalam tentang prosa pemikiran dan prosa kesadaran. Himpunan ini lebih ditujukan golongan terpelajar dalam agama Budha.
Kitab suci agama Budha ditulis dalam bahasa “pali” yakni bahasa rakyat umum. Berbeda halnya dengan kitab suci hindu, kitab suci Hindu ditulis dalam bahasa Sanskerta, yakni bahasa yang digunakan oleh lapisan atas.Isi kitab suci agama Budha ini diwariskan turun-temurun secara lisan dan hafalan. [2]

C.    Ajaran Pokok  Agama Budha
Ajaran agama budha bersember dari kitab sucinya (tripitaca). Adapun ajaran agama budha dapat dirangkum di dalam apa yang disebut triratna (tiga batu permata), yaitu; kepercayaan kepada budha, ajaran tentang dharma, dan sangha.
1.      Ajaran Tentang Budha
Selain apa yang telah diungkapkan tentang Budha Gautama di atas, berikut ini sedikit tambahan uraian yang berkaitan dengan Budha. Menurut keyakinan Buddhis sebelum tahap zaman sekarang ini, sudah ada tahap-tahap zaman yang terbilang banyaknya. Tiap zaman memiliki Buddhisnya sendiri. Oleh karena itu, menurut keyakinan mereka ada banyak Budha yaitu orang yang sudah mendapat pencerahan buddi.
2.      Ajaran Tentang Dharma
Adapun yang dimaksud dengan Dharma ialah doktrin atau pokok ajaran. Inti ajaran agama Budha dirumuskan di dalam “Empat Kebenaran yang Mulia” atau disebut juga dengan “catur arya satya” itu adalah
a.       Dukha (penderitaan)
b.      Samudaya (sebab penderitaan)
c.       Nirodha (pemadaman)
d.      Margha (jalan untuk menghilangkan tanha)
Pokok ajaran Budha Gautama adalah, hidup adalah penderitaan. Seandainya tidak demikian, maka Budha Gautama tidak akan menjelma ke dunia. Harun Hadiwijono menyebutkan bahwa yang menyebabkan penderitaan itu adalah kehausan (keinginan atau kerakusan).[3]
Untuk menghilangkan kehausan, keinginan, kerakusan (tanha), manusia harus menenmpuh delapan jalan yang mulia, yang disebut dengan Astha Arya Margha. Adapun delapan jalan mulia. Dr. H. Saddhatista menulis dalam bukunya, The Budda’s Way mengenai 8 jalan kebenaran. Pandangannya mengenai 8 jalan tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, pengertian atau pandangan (samma dithi). Jalan ini sebenarnya mengungkapkan pengakuan yang sangat samar bahwa semua yang ada tidak baik, dan segala sesuatu harus dilepaskan. Ini merupakan suatu bentuk pemikiran umum tetapi bagi orang modern, pemikiran tersebut merupakan penderitaan, karena dinyatakan bahwa materi, reputasi, keberhasilan, dan kekuatan tidak akan membawa kedamaian dan kepuasan yang diharapkan.
Kedua, berfikir atau bermotivasi benar (samma sankappa). Menurut Sadhatista “emosi mendasari berpikir, lebih daripada berpikir itu sendiri. Langkah kedua ini mendukung langkah yang pertama.”
Ketiga, berbicara yang benar (samma vaca). Saddhatista berkata “Pembicaraan adalah sarana untuk mengenal orang, untuk mengenal mereka dan diri mereka sendiri.”
Keempat, tindakan yang benar (samma kamnanta). Ini menunjukan nilai lebih dari hanya sekedar oleh prinsip-prinsip etika dasar.
Kelima, matapencaharian yang benar (samma ajiva). Pada masa lalu, bagi para Buddis langkah ini bukan suatu masalah yang kompleks, seperti larangan berguru, berjualan ikan, dan sebagainya. Tetapi untuk saat ini problem itu tampak jelas kesadaran praktis yang lebih halus lebih rumit pada diri manusia.
Keenam, usaha yang benar (samma vayanna). ada empat katagori untuk melihat langkah ini yaitu:
a.       Usaha memutuskan bentuk-bentuk tidak sehat yang siap mncul.
b.      Usaha mencegah munculnya bentuk-bentuk tidak sehat yang sudah tidak mucul lagi.
c.       Usaha melindungi dari bentuk-bentuk tidak sehat yang siap muncul.
d.      Usaha melawan bentuk-bentuk tidak sehat yang sudah muncul lagi.
Ketujuh, berpikir yang benar (samma sati). Langkah ini dapat dicapai melalui latihan pernafasan yang merupakan ajaran praktis khas Budha untuk membangun dan membentuk kesadaran.
Kedelapan, konsentrasi/sammadi yang benar (samma samdhi), mengandung arti jalan untuk menggabungkan subjek dan objek. Petunjuk khusus dalam tradisi Theravada adalah dalam kelahiran kembali seseorang atau reinkarnasi.[4]
3.      Ajaran tentang Sangha
Pengikut agama Budha dibagi menjadi dua bagian, yaitu Bhiksu atau para rahib dan para kaum awam. Selanjutnya untuk menegakkan Dharma, maka pengikut-pengikut Budha pada umumnya (orang awam) wajib menjahui larangan-larangan sebagai berikut:
a.       Dilarang melakukan pembunuhan terhadap sesama makhluk (peperangan dan sebagainya).
b.      Dilarang mencuri, merampok, dan sebagainya.
c.       Dilarang melakukan perbuatan cabul, perzinahan.
d.      Dilarang berdusta/menipu orang lain.
e.       Dilarang meminum minuman yang memabukkan.
Sedangkan kewajiban bagi anggota sangha selain kelima di atas ditambah lagi dengan:
a.       Dilarang makan kecuali pada waktu yang ditentukan
b.      Dilarang mendatangi tempat-tempat hiburan, maksiat.
c.       Dilarang bersolek, menghias diri.
d.      Dilarang tidur di tempat yang mewah
e.       Dilarang menerima suap.
Selanjutnya sepuluh larangan di atas dalam agama Budha disebut Dasa Sila (sepuluh dasar).Untuk itu hanya ada empat hal yang boleh dimiliki para rahib, yaitu (1) pakaian yang terdiri dari tiga potong (2) baki tempat minta sedekah (3) tikar untuk tidur (4) obat-obatan.
Harun Hadiwijono mengatakan bahwa seorang rahib itu dilarang untuk kawin, ia harus membujang, sebab hubungan seks dianggap sebagai hubungan dosa sehingga jika seorang rahib melakukan hal ini ia dianggap keluar dari sangha.[5]

D.    Sekte-sekte dalam Agama Budha
Karena luasnya tempat agama Budha berkembang apalagi karena alat lalu lintas pada zaman dahulu amat sederhana dan kurang maka lambat laun timbul beberapa lairan agama Budha yaitu Theravada dan Mahayana. Theravada dan Mahayana secara prinsip berbeda dalam lokasi geografis, ajaran doctrinal, praktik-praktik yang spesifik dan apa yang dijadikan sebagai kitab suci yang otoritatif. Theravada cenderung relatif seragam dari satu budaya ke budaya lainnya, sedangkan Mahayana mentolerir dalam lingkungannya sejumlah besar sub tradisi yang berbeda-beda. Apa yang kadang-kadang disebut sebagai cabang ke tiga, vajrayana, bisa juga dipahami sebagai percabangan lebih jauh dari kedua cabang ini. Semua cara beragama dalam Budhisme dibaynagkan sebagai cara yang mendekatkan kepada, berpartisipasi dalam, dan tenggelam dalam apa yang dirasakan oleh Budha Gautama, dalam pencerahannya: suatu keadaan terbebas dari semua penderitaan yang menguasai kondisi eksistensi manusia, yang disebut dengan nirvana/nibbana. Yang dominan dalam Theravada adalah cara-cara pencarian mistik, pencarian rasional, dan perbuatan benar dalam suatu sintesis yang kuat yang diartikulasikan dalam delapan jalan, tetapi menekankan kepada usaha monastic dalam pencarian mistik. Ayo sub tradisi-subtradisi Mahayan yang banyak tersebut cenderung menekankan pada cara yang tunggal, walaupun biasanya cara yang ditekankan tadi dipadukan dengan aspek-aspek cara-cara yang lain. Dalam Mahayana penekanan diberikan pada pembedaan anatara orang-oarng awam dengan biarawan.[6]
Satu-satunya doa yang dimiliki orang-orang Theravada adalah meditas, sedangkan aliran Mahayana menambahkan juga do-doa permohonan, permintaan, dan penyebutan nama Budha. Meditasi merupakan pendekatan Budha yang paling utama mengenai agama. Tujuan tertinggi dari meditasi adalah penerangan. Pada umumnya meditasi dimaksudkan untuk memperkembangkan kesempurnaan spiritual, mengurangi akibat penderitaan, menenangkan pikiran, dan membuka kebenaran mengenai eksistensi dan hidup bagi pikiran. Keramahan dan simpati bersama dengan sikap yang terang atas fakta kematian dan arti hidup adalah hasil-hasil meditasi. Meditasi membantu untuk menyadari kefanaan segala sesuatu yang ada dan mencegah keterlibatan dalam keberadaan semaam itu.[7]

E.     Pandangan Islam tentang Agama Budha
1.      Ketuhanan
Sejak permulaan Budha mengembangkan agama, ia tidak membicarakan soal-soal ketuhanan dan soal-soal alam di luar alam yang nyata ini. Dia tidak menyebutkan atau membicarakan Yang Maha Kuasa dan pencipta alam ini.
Dia lebih memandang penderitaan manusia sebagai suatu yang harus dipikirkan, dan bersikap apatis terhadap yang menimbulkan atau yang menjadikannya. Berhubungan dengan ini Budha menjawab semua pertanyaan tentang keadan-keadaan ghaib dengan katanya: “apa yang tidak diwahyukan biarkanlah tinggal tidak diwahyukan dan apa yang telah saya wahyukan, biarkanlah tinggal saya wahyukan.”
2.      Kejadian Alam
Pendapat Budha tentang terjadinya alam ini sebagai berikut : wujud ini disebabkan oleh peredaran yang terus-menerus secara natur, yang tidak ubahnya dengan peredaran mata rantai tidak diketahui mana yang awal dan mana yang akhir, satu sama lain hajat-menghajatkan, bukan karena oleh adanya yang mewujudkan dan mengatur wujud ini. Wujud manusia ini menyebabkan penderitaan dan penderitaan menyebabkan kematian selanjutnya kematian menyebabkan hidup lagi dan sebagainya.
3.      Muhammad Farid Wajdi keadaan Budha amat ajaib, tidak jauh kemungkinan bahwa beliau adalah salah seorang Rasul dari Tuhan. Dan memang tidak ada yang menghalangi kita berpendapat demikian itu, selain dari apa yang kita lihat di dalam agamanya banyak sekali kebatalan yang sebenarnya boleh jadi adalah perbuatan yang diadakan oleh pendeta-pendeta agama ini sendiri, termasuk khurafat-khurafat, yaitu kejadian-kejadian yang terdapat juga pada agama-agama lain. Memang tidak ada halangan bagi kita untuk mengatakan bahwa Budha itu Nabi. Sebab Nabi-nabi itu tidak diketahui jumlahnya dan waktu itu pintu kenabian belum tertutup hanya yang perlu diketahui 25 orang Nabi.
Pendapat kami, kalau memperhatikan pendapat-pendapat dan ajaran Budha mengenai masalah-masalah ketuhanan, wahyu dan asal kejadian alam, sesungguhnya kami keberatan mengatakan dia itu Nabi atau Rasul. Soal ketuhanan dan wahyu adalah soal pokok dalam agama ketuhanan. Kalau dia seorang Nabi, dengan sendirinya dia akan berhubungan dengan apa yang dinamakan Tuhan dan tentu saja perhubungan ini secara wahyu sebagaimana yang terjadi pada Rasul-rasul yang kita percayai. Juga seorang Nabi tidak akan bersifat apatis terhadap Yang Maha Kuasa malah soal ketuhanan itulah yang primair lebih dulu walaupun soal-soal syariat tidak dikesampingkan.
4.      Penjelmaan kembali dan Hukum Karma
Pendapat Islam terhadap ini, adalah sama dengan pandangan Islam terhadap pandangan agama Hindu. Hukum karma atau hukum sebab-akibat yang maksudnya segala amal perbuatan ada buahnya, hal ini dalam Islam serupa tapi tidak sama.
Dalam agama Hindu orang masuk surga atau neraka adalah tidak kekal tetapi hanya sementara saja. Mengenai Reinkarnasi atau penjelmaan kembali, agama Hindu mengajarkan bahwa manusia yang lahir di dunia ini, baik yang kaya bahagia, miskin menderita, buta, tuli, bisu dan lain-lain itu semuanya adalah buah perbuatan di waktu yang dulu. Sedangkan dalam Islam anggapan semacam itu tidak ada. [8]


BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Buddha bukan nama orang melainkan gelar. Nama pendiri agama Buddha ini adalah Sidharta Gautama atau juga bisa disebut Cakyamuni, artinya orang tapa dari suku turunan Cakyas. Agama Budha mempunyai hari raya yang disebut hari raya Tri Suci Waisak, dimana memperingati tiga peristiwa penting yaitu kelahiran Sidharta, pencapaian penerangan yang sempurna, parinibbana-nya Sang Budha.
Kitab suci dalam agama Budha disebut dengan Tripitaka. Tri berarti tiga dan pitaka bermakna keranjang atau bakul, tapi yang dimaksud keranjang disini adalah keranjang hikmah.
Ajaran agama budha bersumber dari kitab sucinya (tripitaca). Adapun ajaran agama budha dapat dirangkum di dalam apa yang disebut triratna (tiga batu permata), yaitu; kepercayaan kepada budha, ajaran tentang dharma, dan sangha.
Karena luasnya tempat agama Budha berkembang apalagi karena alat lalu lintas pada zaman dahulu amat sederhana dan kurang maka lambat laun timbul beberapa lairan agama Budha yaitu Theravada dan Mahayana.Pandangan islam tentang agama Budha yaitu mengenai ketuhanan, kejadian alam dan penjelmaan kembali dan hukum karma.
B.  Saran
Demikianlah makalah ini kami susun. Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun kami perlukan untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya.



DAFTAR PUSTAKA

AH. Choiron, Perbandingan Agama, Nora Media Enterprese, Kudus, 2009
Dale Cannon, enamcara beragama, Direktorat perguruan tinggi agama islam, Jakarta, 2002
Jirhanuddin, Perbandingan Agama, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, Kanisius, Yogyakarta, 2007
Mudji Sitrisno, Buddhisme Pengaruhnya dalam abad modern, Kanisius, Yogyakarta,

Comments

Popular posts from this blog

PIDATO IDIOLOGI WANITA SHOLEHAH

PPKN Kelas 5 ( (keragaman sosial budaya Masyarakat)

Pengertian IAD , ISD dan IBD