APLIKASI SISTEM DALAM PEMBELAJARANAPLIKASI SISTEM DALAM PEMBELAJARAN
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Inti sebuah pendidikan yaitu
pembelajaran, dengan demikian pembelajaran juga merupakan sebuah sistem yang
terbuka yang dipengaruhi oleh sesuatu yang ada di luar pembelajaran, seperti
ideologi guru, kompetensi guru, kualifikasi personal siswa, kelengkapan sarana,
kebijakan politik, dan teknologi informasi.
Proses pembelajaran harus dirancang
secara sistem yang bararti memperhatikan suatu objek secara utuh. Berdasarkan
asumsi inilah, maka sistem dalam pembelajaran perlu diaplikasikan secara
komprehensif dan didesain secara utuh karena keberhasilan atau kegagalan suatu
pembelajaran disebabkan oleh banyak elemen atau faktor. Aplikasi atau penerapan
sistem dalam pembelajaran ini bertujuan agar proses pembelajaran benar-benar
sesuai idealisme yaitu mampu memperdayakan potensi siswa, sehingga menjadi
siswa yang utuh dari beberapa aspek, yaitu aspek kognitif, aspek affektif,
dan aspek psikomotorik.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas
maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apakah
makna aplikasi sistem dalam pembelajaran?
2.
Pembelajaran
yang bagaimanakah yang dapat dikatakan sebagai sistem?
3.
Bagaimanakah
berpikir sistem dalam aplikasi pembelajaran?
4.
Bagaimanakah
aplikasi pemngembangan model sistem pembelajaran?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengantar Aplikasi Sistem dalam Pembelajaran
Sistem dapat didefinisikan sebagai
suatu bangunan atau organisasi/lembaga yang terdiri dari berbagai sub
komponen/elemen, yang saling berinteraksi, berinterdependensi, dimana salah
satu komponen atau elemen rusak ataupun hilang mangka akan mengganggu komponen
lainnya sehingga mengganggu kualitas kinerja dari organisasi tersebut.
Sedangkan makna sistem dalam
pembelajaran berarti adanya pemahaman atau asumsi guru bahwa pembelajaran harus
didukung oleh berbagai elemen secara utuh dan komprehensif, meninggalkan salah
satu elemen akan menimbulkan kegagalan proses pembelajaran. Artinya dalam
pembelajaran guru tidak cukup hanya menguasai materi saja, guru juga tidak
cukup hanya pandai menggunakan media dan metode saja, tetapi guru harus
benar-benar mampu melaksanakan semua faktor yang ada dalam pembelajaran secara
komprehensif.
Selanjutnya yaitu kata aplikasi yang
berati proses atau penggunaan atau penerapan. Jadi, aplikasi sistem dalam
pembelajaran secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses untuk
menerapkan makna sistem dalam proses pembelajaran. Makna sistem dalam
pembelajaran tidak cukup dipahami atau didiskusikan, makna sistem harus
diaplikasikan dalam proses pembelajaran agar pembelajaran tersebut mampu
menghasilkan hasil yang optimal, yaitu mapu memberdayakan seluruh potensi yang
ada dalam diri siswa yang terdiri dari potensi kognitif (kualitas intelektual),
affektif (kualitas kepribadian), dan psikomotorik (keterampilan otot/mekanik).
Aplikasi sistem dalam pembelajaran
mengandung dua makna, yaitu:
a.
Adanya
pemahaman secara utuh, komprehensif, dan terpadu.
Dalam hal ini
berarti proses pembelajaran itu tergantung dari berbagai elemen, jika salah
satu elemen terganggu atau rusak maka akan menggangu proses pembelajaran. Maka
guru harus memperdayakan semua elemen yang ada dalam pembelajaran. Mulai dari
merumuskan tujuan secara jelas, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan metode
dan sarana yang mendukung materi dan tujuan pembelajaran. Terakhir guru juga
harus mampu mengelola lingkungan atau suasana yang mendukung dilaksanakannya
proses pembelajaran.
b.
Adanya
sikap keterbukaan yang dimiliki guru dan siswa.
Yang
dimaksudkan ialah adanya kesediaan untuk menerima kritik atau informasi dari
luar, kita harus menerima kritik dari luar
atau masukan dari orang lain. Jika merasa dirinya benar dan orang lain
salah maka sistem tidak akan bisa diterapkan dalam proses pembelajaran.[1]
1.
Konsep dan Ciri-ciri Sistem dalam Pembelajaran
Sistem pembelajaran adalah suatu
kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material,
fesilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai
suatu tujuan. Sesuai dengan rumusan itu,
orang yang terlibat dalam sistempembelajaran adalah siswa, guru. Material
meliputi buku-buku, papan tulis, film, audio. Fasilitas dan perlengkapan
terdiri atas ruang kelas, perlengkapan audio visual, dan komputer. Prosedur
meliputi jadwal dan metode peenyampaian informasi, penyediaan untuk praktik.
Sistem pembelajaran dapat
dilaksanakan dalam bentuk membaca buku, sistem belajar di kelas, di perguruan
tinggi, atau di sebuah kota. Sistem pembelajaran senantiasa ditandai oleh
organisasi dan interaksi antar komponen untuk mendidik siswa.
Pembelajaran sebagai suatu sistem
memiliki tiga ciri khas, sebagai berikut:
a.
Rencana,
penataan intensional orang, material, dan prosedur, yang merupakan unsur sistem
pengajaran sesuai dengan suatu rencana khusus sehingga tidak mengambang.
b.
Kesaling
ketergantungan, unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian yang koheren dalam
keseluruhan, masing-masing bagian bersifat esensial, satu sama lain saling
memberikan sumbangan tertentu.
c.
Tujuan,
setipa sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu. Ciri itu menjadi dasar
perbedaan antara sistem yang dibuat manusia dan sistem-sistem alami. Sistem
yang dibuat oleh manusia, seperti sistem komunikasi, sistem tranportasi, sistem
pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem natural, seperti sistem ekologi,
sistem persyaratan pada hewan, memiliki unnsur-unsur yang saling ketergantungan
antara satu dengan yang lain disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi
tidak mempunyai tujuan dan maksud.
Tujuan sistem menuntun proses
merancang sistem. Tujuan utama sistem pembelajaran adalah siswa belajar. Tugas
perancang sistem adalah mengorganisasi orang, material, dan proseedur agar
siswa belajar secara efisien. Karena itu melalui proses mendesain sistem,
perancang membuat rancangan keputusan atas dasar pemberian kemudahan untuk
mencapai tujuan sistem.[2]
2.
Strategi Dasar Merancang Sistem dalam Pendidikan
Strategi merancang sistem
pembelajaran adalah suatu rencana untuk mengerjakan prosedur merancang sistem
secara efisien. Strategi dibutuhkan berhubungan dengan proses penerimaan yang
sesungguhnya amat kompleks. Dengan suatu strategi tertentu, perancang dapat
menilai semua kemungkinan yang penting untuk dapat sampai pada keputusan atau
penyelesaian dalam rangka mencapai tujuan sistem yang telah ditetapkan.
Ada
tiga tahap dalam merencanakan desain suatu sistem, yaitu:
a. Menganalisis tuntutan-tuntutan sistem, pada tahap ini si perancang
perlu mengidentivikasi hal berikut:
1)
Apa
yang mesti dilaksanakan berkenaan dengan tujuan sistem.
2)
Keadaan
sistem yang ada sekarang yang berkenaan dengan sumber-sumber dan
hambatan-hambatan yang bertalian dengan pencapaian tujuan sistem. Tujuan,
sumber, dan hambatan perlu mendapat pertimbangan, yang berarti perancang berada
dalam kedudukan untuk menilai semua komponen sistem yang ada dan metode
pengorganisasiannya.
b. Mendesain sistem, pada tahap ini si perancang memilih dan
mengorganisasi komponen tertentu dan prosedur-prosedur yang akan dilaksanakan
dalam sistem serta menguji cobakannya. Prosedur-prosedur dalam tahap itu
berkenaan dengan hal-hal berikut:
1)
Formulasi
tujuan
2)
Deskripsi
tugas
3)
Jenis-jenis
belajar
4)
Analisis
tugas
5)
Belajar
dan motivasi
6)
Konsep-konsep
dan prinsip-prinsip
7)
Pemecahan
masalah
8)
Keterampilan-keterampilan
motorik-perseptual
c. Mengevaluasi dampak sistem, pada tahap penilaian atau evaluasi
perancang membandingkan perilaku nyata dengan perilaku yang direncanakan.
Apakah sistem perlu dirancang kembali atau tidak, bergantung pada besarnya
perbedaan antara yang direncanakan dengan yang ada dalam kenyataan. Jadi, tahap
ini berkenaan dengan evaluasi sistem.[3]
B.
Proses Belajar Mengajar sebagai Sistem
Poignant (1969) mengemukakan, ilmu
pendidikan berkaitan erat dengan dengan berbagai spesialis dari berbagai
dislipin yang secara keseluruhan mencangkup bidang-bidang pedagogik, sikologi
pendidikan, sosiologi pendidikan, teknologi pendidikan dan sebagainya.
Pada garis besarnya pandangan
Poignant terdiri atas:
1)
Ilmu
pendidikan merupakan suatu cabang ilmu sosial yang bersifat multidisiplin;
2)
Masalah
sistem pendidikan tidak dapat dipecahkan secara mandiri oleh sistem pendidikan
itu sendiri
3)
Sistem
pendidikan merupakan suatu sistem yang bersifat terbuka dan memenuhi yang
memenuhi prinsip konsep suatu sistem.[4]
Pembelajaran sebagai sebuah sistem
terdapat beberapa hal yang harus terkandung dalam sistem pembelajaran.
1)
Perencanaan
Pembelajaran
Perencanaan
merupakan proses penentuan tujuan atau sasaran yang hendak dicapai dan
menetapkan jalan dan sumber yang diperlukan untuk mencapai tujuan seefisien dan
seefektif mungkin. Dalam setiap perencanaan terdapat tiga kegiatan, (a)
perumusan tujuan yang ingin dicapai; (b) pemilihan progam untuk mencapai tujuan
itu; (c) identifikasi dan pengerahan sumber yang jumlahnya selalu terbatas.[5]
Tiga
pakar dalam perencanaa, yaitu Breive, Jhonson, dan Young (1973) mengemukakan
bahwa proses perencanaan merupakan salah satu cara memandang masalah secara
logis terhadap apa yang ingin dilakukan, bagaimana memberlakukannya, dan
bagaimana caranya mengetahui bahwa apa yang dilakukan itu benar, dalam proses
perencanaan penndidikan menurut tiga pakar tersebut terdapat delapan langkah
yang harus ditempuh secara berurutan, subtansi dari delapan langkah tersebut
mereka sebut dengan area perencanaan yang terdiri atass menentukan tujuan,
memperkirakan kebutuhan, identifikasi sumber-sumber dan hambatan, formula
kinerja tujuan dan prioritas, menyusun alternaltif, analisa alternaltif,
memilih alternaltif, mengembangkan dan melaksanakan proses mencapai tujuan,
evaluasi proses dan kinerja serta modifikasi sistem.
Proses
perencanaan dari ketiga pakar tersebut memiliki kemiripan dengan proses
perencanaan yang selama ini digunakan di lingkungan Departeman Pendidikan dan
Kebudayaan, yang terdiri atas kegiatan analisis dan diagnosis, pengembangan
alternaltif, proses pengambilan keputusan, penentuan kebijaksanaan, penentuan
progam dan prioritas, perhitungan anggaran, perumusan rencana, penyusunan
rincian rencana, melaksanakan rencana, evaluasi rencana, dan revisi rencana.
Langkah-langkah tersebut di lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
dikenal dengan nama siklus perencanaan.[6]
Manfaat
merencanakan pembelajaran dengan pendekatan sistem di antaranya sebagai
berikut:
a.
Dengan
pendekatan sistem, arah dan tujuan pembelajaran dapat direncanakan dengan
jelas. Dengan tujuan yang julas, maka kita dapat mnetapkan araah dan sasaran
dengan pasti. Perumusan tujuan merupakan salah satu karakteristik pendekatan
sistem. Penentuan komponen-komponen pembelajaran pada dasarnya diarahkan untuk
mencapai tujuan. Melalui pendekatan sistem, setiap guru dapat lebih memahami
tujuan dan arah pembelajaran untuk menentukan langkah-langkah pembelajaran dan
pengembangan komponen yang lain, dan dapat dijadikan kriteria efektifitas
proses pembelajaran.
b.
Pendekatan
sistem menuntun guru pada kegiatan yang sistematis. Berpikir secara sistem
adalah berpikir runtut, sehingga melalui langkah-langkah yang jelas dan pasti
memungkinkan hasil yang diperoleh akan maksimal.
c.
Pendekatan
sistem dapat merancang pembelajaran dengan mengoptimalkan segala potensi dan
sumber daya yang tersedia. Jadi, berpikir sistematis adalah berpikir bagaimana
agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh siswa.
d.
Pendekatan
sistem dapat memberikan umpan balik. Melalui umpan balik, dalam pendekatan
sistem, dapat diketahui apakah tujuan telah berhasil dicapai atau belum.[7]
2)
Komponen
Pembelajaran
Suatu
sistem terdapat suatu kesatuan yang terdiri atas komponen-komponen yang terpadu
dan berproses untuk mencapai suatu tujuan. Proses belajar mengajar suatu sistem
terdiri dari tujuh komponen. Masing-masing komponen mempunyai bagian yang
berdiri sendiri, namun dalam proses sistem masing-masing bergantung dan
bersama-sama untuk mencapai tujuan. Masing-masing komponen sistem dalam pembelajaran
akan diulas sebagai berikut.
Siswa
Siswa yang
semula dipandang sebagai obyek pendidikan bergeser sebagai subyek pendidikan.
Sebagai subyek, siswa adalah kunci dari semua pelaksanaan pendidikan. Siswa
datang dengan membawa potensi psikologis dan latar belakang kehidupan sosial.
Masing-masing memiliki potensi yang berbeda. Potensi dan kemampuan inilah yang
harus dikembangkan oleh guru di sekolah.
Guru
Guru adalah
sebuah profesi. Oleh sebab itu, pelaksanaan tugas guru harus profesional.
Walaupun seorang guru memiliki kebutuhan pribadi, guru tetap mengemban tugas
mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan. Untuk itu guru harus menguasai
seperangkat kemampuan yang disebut kompetensi guru. Kompetensi guru ini
meliputi
Tujuan
Tujuan yang
harus dipahami oleh guru meliputi tujuan berjenjang mulai dari tujuan
pendidikan nasional,tujuan institusional, tujuan kurikuler, tujuan umum
pembelajaran, sampai tujuan khusus pembelajaran. Proses pembelajaran tanpa
tujuan bagaikan hidup tanpa arah. Oleh sebab itu, tujuan pendidikan secara
keseluruhan harus dikuasai oleh guru. Tujuan juga disesuaikan dengan
karakteristik anak dan arah yang ingin dicapai.
Materi
Materi
pembelajaran dalam arti luas tidak hanya yang tertuang dalam buku paket yang
diwajibkan, akan tetapi mencakup keseluruhan materi pembelajaran.
Metode
Metode
mengajar adalah cara dan teknik
penyampaian materi pembelajaran yang harus dikuasai oleh guru. Metode mengajar
ditetapkan berdasarkan tujuan dan materi pembelajaran, serta karakteristik
anak.
Sarana
atau alat
Agar materi
pembelajaran lebih mudah dipahami oleh siswa, maka dalam proses belajar
mengajar digunakan alat pembelajaran. Alat pembelajaran dapat berupa benda yang
sesungguhnya, imitasi atau tiruannya, gambar, bagan, grafik, tabulasi dan
sebagainya yang dituangkan dalam media. Media itu dapat berupa alat elektronik,
alat cetak, dan tiruan. Menggunakan sarana atau lat pembelajaran harus
disesuaikan dengan tujuan, anak, materi dalam metode pembelajaran.
Evaluasi
Evaluasi
diginakan untuk menyusun gradasi kemampuan anak didik, sehingga ada penanda
simbolik yang dilaporkan kepada semua pihak. Evaluasi dilaksanakan berpedoman
pada tujuan dan materi pembelajaran.
Lingkungan
Lingkungan ini
mencakup lingkungan fisik, lingkungan sosial, lingkungan alam, dan lingkungan
psikologis pada waktu proses belajar mengajar berlangsung.[8]
Semua komponen
pembelajaran harus dikelola sedemikian rupa
sehingga anak dapat belajar dengan maksimal untuk mencapai hasil yang
maksimal pula.
3)
Tujuan
Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran merupakan patokan, pedoman, serta orientasi bagi para pelaksana
atau pendesain pembelajaran. Tujuan intruksional mengandung dua komponen, yaitu komponen isi
dan komponen proses. Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, dan
prinsip-prinsip yang berhubungan dengan topik yang dipelajari. Sedangkan
komponen proses menitik beratkan perhatian pada kegiatan, pelaksanaan kegiatan
yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan intruksional dapat digolongkan
atas:
a.
Tujuan
yang berbentuk tingkah laku
b.
Tujuan
yang berupa penampilan
c.
Tujuan
yang bersifat mengungkapkan diri
d.
Tujuan
yang mengacu pada ranah perilaku
Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa
komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1)
perilaku terminal (2) kondisi-kondisi (3) standar ukuran. Hal senada
dikemukakan oleh Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran
sebaiknya mencangkup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang
seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasai
pada akhir pembelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat
mendemostrasikan perilaku tersebut; (3) perlu ada petunjuj yang jelas tentang
standar penampilan minimum yang dapat diterima.
Jadi dapat kita simpulkan, yang
dimaksud dengan tujuan adalah suatu pernyataan atau rumusan tentang dekripsi
tingkah laku atau kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki
seseorang setelah melakukan atau menyelesaikan kegiatan pendidikan atau
pembelajaran (sesuaidengan hierarkisnya).
Rumusan tujuan pembelajaran yang
tepay dapat berfungsi dan bermanfaat dalam kegiatan pengembangan pembelajaran,
minimal sebagai berikut:
a.
Tujuan
akan menjadi pedoman bagi desainer untuk menyusun pembelajaran yang efektif.
Dengan demikian memberi arah pada desainer pembelajarandalam pemilihan bahan
ajar, yaitu bahan pelajaran yang menopang tercapainya tujuan pembelajaran
b.
Tujuan
merupakan pedoman bagi guru dalam menciptakan pengalaman belajar
c.
Tujuan
memberikan informasi kepada siswa apa yang harus dipelajari
d.
Tujuan
merupakan patokan evaluasi mengenai keberhasilan progam (proses belajar
mengajar)
e.
Tujuan
menyatakan pada masyarakat tentang apa yang dikehendaki sekolah, apa yang
hendak dicapai
C.
Berpikir Sistem dalam Aplikasi Pembelajaran
Berpikir sistem dapat juga disamakan
dengan berpikir logis. Pola berpikir logis ini sering ditunjukan dalam bentuk model pembelajaran. Misalnya, Kaufman
mengajukan suatu model berpikir sistem yang diambil dari mana manajemen
pendidikan dapat dirumuskan sebagai proses enam tahap yang meliputi :
a.
Identifikasi
prioritas kebutuhan dan masalah yang berkaitan.
b.
Menentukan
persyaratan untuk memecahkan persoalan serta identifikasi alternaltif pemecahan
yang mungkin dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan terteentu.
c.
Pemikiran
alternaltif atau penentuan strategi pemecahan berdasarkan alternaltif yang
dimungkinkan.
d.
Pelaksanaan
strategi yang dipilih, termasuk manajemen dan kontrol atas strategi tersebut.
e.
Penilaian
keefektifan hasil karya berdasarkan keburuhan dan persyaratan yang telah
ditetapkan terdahulu.
f.
Penyempurnaan
satu atau keseluruhan langkah di muka untuk menjamin bahwa sistem pendidikan
itu bersifat responsif, efektif, dan efisien.
Keenam tahapan
tersebut merupakn berpikir sistem yang dpat dijadikan landasan dalam
menyelesaikan atau memecahkan masalah yang ada dalam proses pembelajaran.
Tahapan tersebut juga dapat diaplikasikan dalam proses pembelajaran. Jika
berpikir sistem diterapkan dalam pembelajaran, maka seorang guru harus
melakukan beberapa tindakan sebagai berikut:
a.
Merumuskan
tujuan pembelajaran (tujuan intruksional).
Tujuan adalah sesuatu rencana atau rumusan
yang akan diperoleh. Rumusan tujuan akan sangat membantu guru dalam menentukan
arah atau strategi dalam pembelajaran. Dengan demikian, menentukan tujuan
pembelajaran berarti menentukan arah tentang proses pembelajaran. Tujuan yang
dirumuskan akan menentukan proses maupun komponen yang dibutuuhkan untuk
keperluan belajar, seperti bagaimana metode yang digunakan, sarana apa yang
dipersiapkan, gaya seperti apa yang perlu dilakukan dan seterusnya. Makin jelas
tujuan yang dirumuskan akam memperjelas hasil yang ingin dicapai, yaitu
terwujudnya pembelajaran yang efektif dan efisien.[9]
Perumusan tujuan merupakan progam belajar
mengajar yang merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan
siswa selama pembelajaran berlangsung. Perumusan tujuan ini akan menjadi
landasan untuk menguraikan diskripsi, satuan bahasan, merancang kegiatan
belajar mengajar, memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan
penilaian penguasaan tujuan.[10]
Dalam perumusan masalah seorang guru harus
memperhatikan beberapa aspek agar proses pembelajaran benar-benar sesuai
idealisme, yaitu mampu memperdayakan potensi siswa sehingga menjadi siswa
sehingga menjadi siswa yang utuh dan menguasai tiga aspek yang meliputi:
1)
Aspek
kognitif
Merupakan aspek yang mengungkapkan kegiatan mental. Aspek kognitif
terdiri atas enam tingkatan dengan aspek belajar yang berbeda, yaitu:
a)
Tingkat
pengetahuan (knowledge). Tujuan
intruksional pada level ini menuntut siswa untuk mampu mengingat (recall) informasi yang telah diterima
sebelumnya.
b)
Tingkat
pemahaman (comprehension). Kategori
pemahaman dihubungkan dengan kemampuan untuk menjelaskan pengetahuan dan
informasi yang telah diketahui dengan kata-kata sendiri.
c)
Tingkat
penerapan (application). Penerapan merupakan
kemampuan untuk menggunakan atau menerapkan informasi ke dalam situasi yang
baru, serta memecahkan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan
sehari-hari.
d)
Tingkatan
analisis (analysis). Analisis
merupakan kemampuan untuk mengidentifikasi memisahkan, dan membeda komponen
atau elemen suatu fakta, konsep, pendapat, asumsi, hipotesis, dan memeriksa
setiap komponen tersebut untuk melihat ada-tidaknya kontradiksi.
e)
Tingkat
sintesis (synthesis). Sibntesis
berarti kemampuan dalam mengaitkan dan menyatukan berbagai elemen dan unsur
pengetahuan yang ada sehingga terbentuk pola baru yang lebih menyeleruh.
f)
Tingkat
evaluasi (evaluation). Evaluasi
merupakan level tinggi, yang
mengharapkan siswa mampu membuat penilaian dan keputusan tentang nilai suatu
gagasan, produk atau benda dengan menggunakan kiteria tertentu.
Konsekuensi penerapan sistem seperti ini adalah:
a)
Guru
harus mempersiapkan bahan pelajaran ddengan seksama
b)
Dalam
proses pembelajaran, sistem belajar siswa aktif perlu dilakukan sehingga
partisipasinya menentukan hasil belajar
c)
Memakan
waktu relatif lama dengan metode ceramah
d)
Situasi
belajar lebih serius dan lebih hidup
e)
Sedikit
lebih melelahkan dibandingkan metode lain
2)
Aspek
afektif
Untuk memperoleh gambaran tentang
aspek tujuan intruksional afektif secara utuh, berikut ini akan dijelaskan
setiap tingkatan secara berurutan.
a)
Tingkat
menerima (receiving), yaitu proses
pembentukan sikap dan perilaku dengan cara membangkitkan kesadaran tentang
adanya stimulus tertentu yang mengandung estetika.
b)
Tingkat
tanggapan (responding), yaitu
perilaku baru dari siswa sebagai menifestasi dari pendapatnya, yang timbul
akibat adanya perangsang pada saat ia belajar.
c)
Tingkat
menilai, diartikan sebagai kemampuan untuk menerima suatu objek atau kenyataan
setelah seseorang sadar bahwa objek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan,
dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap atau perilaku positif atau negatif
d)
Tingkat
organisasi (organization), dapat
diartikan sebagai proses koseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan
antarnilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai terbaik untuk diterapkan
e)
Tingkat
karakterisasi (characterization).
Karakterisasi merupakan sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan
oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga
sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri pelakunya.
Berdasarkan pada kelima tingkatan
yang dirumuskan oleh Bloom dan Krathwool di atas, Romiszowski dalam bukunya producing
Instruction System (1984) mengelompokan aspek afektif menjadi dua
tipe perilaku yang berbeda.
a)
Refleks yang terkondisi,
yaitu reaksi pada stimulus khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa
direncanakan lebih dahulu tujuan reaksinya.
b)
Voluntary (sukarela),
adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ketujjuan tertentu
ddengan cara membiasakan latihan-latihan untuk mengontrol diri.
3)
Aspek
psikomotor
Psikomotor adalah aspek yang berorientasi pada
keterampilan motorik yang berhubungan dengan anggota tubuh atau tindakan (action) yang memerlukan koordinasi
antara saraf dan otot.
Kelompok-kelompok tersebut adalah
sebagai berikut:
a)
Gerakan
seluruh badan, yaitu perilaku seseorang dalam suatu kegiatan yang memerlukan
gerakan fisik secara menyeluruh.
b)
Gerakan
yang terkoordinasi, yaitu gerakan yang dihasilkan dari perpaduan antara fungsi
salah satu lebih indra manusia dengan salah satu anggota badan.
c)
Komunikasi
nonverbal, yaitu hal-hal yang berkenaan dengan komunikasi yang menggunakan
simbol-simbol atau isyarat, misalnya isyarat dengan tangan, anggukan kepala,
ekspresi wajah, dan lain-lain.
d)
Kebolehan
dalam berbicara, dalam hal-hal yang berhubungan dengan koordinasi gerakan
tangan atau anggota badan lainnya dengan ekspresi dan kemampuan berbicara.[11]
b.
Melakuakan
proses pengumpulan data dan proses analisisnya.
Data dikumpulkan adalah data yang
menyangkut tentang (1) anak didik yang meliputi kemampuan awalnya (entry behavior), tingkat perhatian,
kualitas motivasi, konsentrassi, kedisiplinan, latar belakang sosial,
ekonominya. (2) data tantangan materi pelajaran (mata pelajaran) yang meliputi
jenis materinya apakah materi yang bersifat logika, etika atau estetika, materi
itu bersifat deskriptif atau doktriner, materi itu berssifat hafalan atau
praktis. (3) data tentang gguru meliputi masalah kompetensi yang dimiliki yaitu
kompetensi kepribadian, sosial, professional dan paedagogik, falsafah jidup
yang dimiliki guru, kualitas atau kesetabilan emosionalnya, gaya yang dilakukan
dalam pembelajarannya, cara memberi pertanyaan dan menjawab pertanyaan dari
siswa, kemampuan mengelola kelas dan kemampuan memahami landasan kependidikan.
(4) data tentang sistem kepemimpinan yang mengikuti pola dalam menyusun
perencanaan, cara dalam mengidentifikasi
masalah, cara mengambil keputusan, pendekatan dalam pembinaan,serta cara
memberikan hukuman dan ganjaran/penghargaan. Seluruh data teesebut dianalisis
sehingga nantinya dapat dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran.
c.
Hasil
analisis terhadap data .
Data yang telah diperoleh kemudian
dijadikan dasar atau landasan guru dalam menyusun materi dan melakukan proses
pembelajaran agar proses pembelajaran benar-benar berjalan secara efektif dan efisien. Idealnya materi dan cara dalam
pembelajaran memang harus disusun berdasarkan realitas yang terjadi di lapangan
atau di dalam lingkungan sekitarnya. Implikasinya akan melahirkan berbagai
macam model pembelajaran. Model atau gaya mengajar di daerah terpencil harus
berbeda di daerah perkotaan meskipun materi atau pokok pembahsannya sama. Gaya
mengajar dengan siswa yang kemampuan homogen harus berbeda dengan mengajar
siswa yang kemampuannya heterogen. Cara mengajar siswa yang memmiliki IQ tinggi
juga berbeda dengan mengajar siswa yang
memilikin IQ sedang/biasa.[12]
D.
Model Pengembangan Sistem Pembelajaran
1.
Model
mikro
Model
pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi kelas biasanya ditujukan
untuk mendesain pembelajaran level mikro (kelas) yang hanya dilakukan setiap
dua jam pelajaran atau lebih.
a.
Model
PAIKEM
Menyiapkan pembelajaran yang
menyenangkan dan menantang (pembelajaran partisipatif, aktif, interaktif,
kreaktif, efektif, dan menyenangkan). Pembelajaran pertisipatif, yaitu
pelibatan siswa secara optimal. Pembelajaran aktif, yaitu melibatkan aktivitas
siswa. Pembelajaran kretif, yaitu memotivasi dan memunculkan kretivitas siswa.
Pembelajaran efektif, yaitu memberi pengalaman baru agar siswa dapat mencapai
tujuan. Pembelajaran menyenangkan, yaitu siswa belajar tanpa perasaan tertekan.
b.
Model
ASSURE
Sharon E. Smaldino, James D. Russel,
Robert Heinich, dan Michael Molenda (2005) mengemukakan sebuah model desain
sistem pembelajaran yang diberi nama ASSURE.model desain pembelajaran ini
terliihat lebih sederhana jika dibang dingkan dengan model desain pembelajaran
lain.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mendesain sistem
pembelajaran dengan model ASSURE dapat digambarkan sebaigai berikut:
A = Analyze
Learners (Analisis karakteristik siswa)
S = States
Objectives (Menetapkan tujuan pembelajaran)
Menyatakan tujuan adalah tahapan ketika menentukan tujuan
pembelajaran baik berdasarkan buku atau kurikulum. Tujuan pembelajaran akan
menginformasikan apakah yang sudah dipelajari anak dari pengajaran yang
dijalankan. Menyatakan tujuan harus difokuskan kepada pengetahuan, kemahiran,
dan sikap yang baru untuk dipelajari.
S = Select
method, media, and material (Memilih metode, media, dan materi)
Pemilihan metode yang tepat dengan tugas pembelajaran, memilih
media yang tepat dengan materi yang disampaikan.
U = Utilize media and material (Penggunaan media dan
bahan)
Menggunakan dan mendesain media sebagus mungkin agar pembelajaran
lebih menarik dan menantang
R = Require
learner participation (Partisipasi peserta didik di kelas)
Partsipasi aktif peserta didik dalam kelas akan berpengaruh pada
pengalaman belajar yang diperoleh selama proses pembelajaran
E = Evaluate
and revise(penilaian dan revisi)
Melihat seberapa efektifkah dan efisiennya metode dan media
pembelajaran yang dipakai dalam mencapai tujuan pembelajaran
c.
Model
Hannafin dan Peck
Model pengembangan sistem pembelajaran yang berorientasi produk
adalah model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu produk biasanya media
pembelajaran misalkan video pembelajaran, multimedia pembelajaran atau modul.
Tahap-tahap model Hannafin dan Peck:
1)
Tahap
analisa kebutuhan: yang meliputi kebutuhan dalam mengembangkan suatu media
pembelajaran. Tujuan dan objek media pembelajaran yang dibuat, pengetahuan dan
kemahiran yang diperlukan oleh kelompok sasaran, peralatan dan keperluan media
pembelajaran
2)
Menjalankan
penilaian terhadap hasil itu sebelum melanjutkan ke tahap desain
3)
Tahap
desain; bertujuan untuk mengidentifikasikan dan mendokumenkan kaidah yang
paling baik untuk mencapai tujuan pembuatan media tersebut (informasi dari
tahap analisa kebutuhan).
4)
Tahap
pengembangan dan implementasi; penghasilan diagram alur, pengujian, serta
penilaian formatif (dilakukan sepanjang proses pengembangan media) dan
penilaian sumatif (dilakukan setelah media selesai dikembangkan).
d.
Model
Bella H. Bannaty
Model ini
berorientasi pada tujuan pembelajaran. Komponen-komponen model ini menjadi
acuan dalam menetapkan langkah-langkah pengembangan, sebagai berikut:
1)
Merumuskan
tujuan
2)
Mengembangkan
tes
3)
Menganalisis
tugas belajar
4)
Mendesain
sistem pembelajaran
5)
Melaksanakan
kegiatan dan mengetes hasil
6)
Melakukan
perubahan untuk perbaikan
2.
Model
Makro
Model
berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilkan suatu
sistem pembelajaran yang cukup luas, seperti desain sistem suatu pelatihan,
kurikulum sekolah.
a.
Model
ADDIE
Model
berorientasi sistem yaitu model desain pembelajaran untuk menghasilakan suatu
sistem pembelajaran yang cakupannya luas.
1)
Analisis
Langkah
analisis terdiri dari dua tahap, yaitu analisis kinerjadan analisis kebutuhan.
Tahap pertama, yaitu analisis kinerja dilakukan untuk mengetahui dan
mengklarifikasi apakah masalah kinerja yang dihadapi memerlukan solusi berupa
penyelenggarakan progam pembelajaran atau perbaikan managemen. Tahap dua, yaitu
kemampuan-kemampuan atau kompetensi yang perlu dipelajari oleh siswa untuk
meningkatkan kinerja atas prestasi belajar. Hal ini dapat dilakukan apabila
progem pembelajaran dianggap sebagai solusi dari masalah pembelajaran yang
sedang dihadapi.
2)
Desain
Langkah ini
diperlukan adanya klarifikasi program pembelajaran yang didesain sehingga
program tersebut dapat mencapai tujuan pembelajaran seperti yang diharapkan.
Pada langakah desain, pusat perrhatian perlu difokuskanpada upaya untuk
menyelidiki masalah pem belajaran yang dihadapi. Hal ini menjadi inti dari
langkah analisis, yaitu mempelajari masalah dan menemukan alternaltif solusi
yang akan ditempuh untuk dapat mengatasi masalah pembelajaran yang berhasil
diidentifikasi melalui analisis kebutuhan. Langkah penting yang perlu dilakukan
dalam ddesain adalah menentukan pengalaman belajar yang perlu dimiliki siswa
selama mengikuti aktivitas pembelajaran. Langkah desain harus mampu menjawab
pertanyaan apakah progam pembelajaran yang didesain dapat digunakan untuk
mengatasi masalah kesenjangan performa yang terjadi dalam diri siswa.
3)
Pengembangan
Pengembangan
merupakan lanhkah ketiga dalam mengimplementasikan model desain sistem
pembelajaran ADDIE. Langkah pengembangan melliputi kegiatan membuat, memberi,
dan memodivikasi bahan ajar untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditentukan.
Pengadaan bahan
ajar perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran spesifik yang telah
dirumuskan oleh perancang program pembelajaran dalam langkah desain. Langkah
pengembangan, dengan kata lain, mencakup kegiatan memilih dan menentukan
metode, media, serta strategi pembelajaran yang sesuai untuk digunakan dalam
menyampaikan materi atau subtansi progam pembelajaran.
4)
Implementasi
Implementasi
atau penyampaian materi pembelajaran merupakan langkah keempat dari model
desain pembalajaran Addie. Langkah implementasi sering diasosiasikan dengan
penyelenggaraan progam pembelajaran itu sendiri. Langkah ini memang mempunyai
makna adanya penyampaian materi pembelajaran dari guru.
5)
Evaluasi
Langkah
terakhir atau kelima dari model desain sistem pembelajaran Addie adalah
evaluasi. Evaluasi dapat didefinisikan sebagi sebuah proses yang dilakukan
untuk memberikan nilai terhadap progam pembelajaran. Pada dasarnya, evaluasi
dapat dilakukan sepanjang pelaksanaan kelima langkah dalam model Addie. Pada
analisis, proses evaluasi dilaksanakan dengan cara melakukan klarivikasi
terhadap kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dimiliki
oleh siswa setelah mengikuti progam pembelajaran. Eavaluasi ini dikenal dengan istilah
evaluasi formatif. Di samping itu, evaluasi juga dapat dilakukan dengan cara
membandingkan antara hasil pembelajaran yang telah dicapai oleh siswa dengan
tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan sepenuhnya.
b.
Model
Dick and Carey
Model
pengembangan ini mirip dengan model yang dikembangkan Kemp, tetapi ditambah dengan komponen
melaksanakan analisis pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang akan
dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut.
1)
Identivikasi
tujuan
Tahap awal
model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar siswa dapat melakukanya
ketika mereka telah menyelesaikan program pengajaran.
2)
Melakukan
analisis intruksional
Tujuan yang di
analisis untuk mengidentifikasi keterampilan yang lebih khusus. Analisis ini
akan menghasilkan diagram tentang konsep dan menunjukkan keterkaitan antara
keterampilan konsep tersebut.
3)
Mengidentivikasi
tingkah laku awal/karakteristik siswa
Ketika
melakukan analisis terhadap keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan
prosedur yang perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang
telah dimilki siswa saat mulai mengikuti pelajaran.
4)
Merumuskan
tujuan kinerja
Berdasarkan
analisi intruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa,
selanjutnya akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus dilakukan
siswa setelah menyelesaikan pembelajaran.
5)
Pengembangan
tes acuan patokan
Pengembangan
tes acuan patokan didasarkan pada tujuan yang telah dirumuskan, pengembangan
butir asesmen untuk mengukur kemampuan siswa sepeti yang diperkirakan dalam
tujuan
6)
Pengembangan
strategi pengajaran
Informasi dari
lima tahap sebelumnny, maka selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan
digunakan untuk tujuan akhir.
7)
Pengembangan
atau memilih pengajaran
Tahap ini
digunakan strategi pengajaran untuk menghasilkan pengajaran yang meliputi
petunjuk untuk siswa, bahan pelajaran, tes, dan panduan guru.
8)
Merancang
dan melaksanakan evaluasi formatif
Evaluasi
digunakan untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk identivikasi
sebagaimana meningkatkan pengajaran.
9)
Menulis
perangkat
Hasil pada
tahap sebelumnya dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan, hasil
perangkat selanjutnya divalidasi atau diuji cobakan di kelas.
10)
Revisi
pengajaran
Tahap ini
mengulangi siklus pengembangan perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif
yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya diringkas dan dianalisi serta
diinterpretasikan untuk identifikasi kesulitan yang dialami oleh siswa dan
mencapai tujuan pembelajaran. Begitu juga dengan masukan dari hasil
implementasi para ahli.
c.
Model
Kemp
Pengembangan
perangkat model kemp memberi kesempatan bagi para pengembang untuk dapat
memulai dari komponen mana pun. Namun karena kurikulum yang berlaku secara
nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, mak seyogyanya prosesnya
dimulai dengan tujuan. Terdapat beberapa unsur renvana perancangan
pembelajaraan, yaitu sebagai berikut:
1)
Identifikasi
masalah, tujuan pada tahap ini adalah mengidentifikasi antara tujuan menurut
kurikulum yang berlaku dengan fakta yang terjadi di lapangan.
2)
Analisis
siswa, analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku awal dan
karakteristik siswa.
3)
Analisis
tugas, analisis ini adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi suatu
pengajaran, analisis konsep, analisis pemrosesan informasi, dan analisis
prosedural yang dituangkan dengan RPP dan LKS.
4)
Merumuskan
Indikator, alat ini berfungsi sebagai alat untuk menesain kegiatan
pembelajaran; kerangka kerja dalam merencanakan mengevaluasi hasil belajar
siswa; panduan siswa dalam belajar.
5)
Penyusunan
instrumen evaluasi, bertujuan untuk menilai hasil belajar, kriteria penilaian
yang digunakan adalah penilaian acuan patokan.
6)
Strategi
pembelajaran, tahap ini dilakukan untuk memilih strategi pembelajaran yang
sesuai dengan tujan.
7)
Pemilihan
media atau sumber belajar, keberhasilan pembelajaran sangat tergantung pada
penggunaan sumber pembelajaran atau media yang dipilih.
8)
Merinci
pelayanan penunjang yang digunakan untuk mengembangkan dan melaksanakan semua
kegiatan dan untuk memperoleh atau membuat bahan.
9)
Menyiapkan
evaluasi hasil belajar dan hasil progam, melakukan kegiatan revisi perangkat
pembelajara, setiap langkah rancangan belajar selalu dihunungkan dengan revisi
dengan tujuan memperbaiki rancangan yang telah dibuat.[13]
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Aplikasi
sistem dalam pembelajaran secara singkat dapat diartikan sebagai suatu proses
untuk menerapkan makna sistem dalam proses pembelajaran. Sistem pembelajaran
adalah suatu kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fesilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk
mencapai suatu tujuan.
Pembelajaran sebagai suatu sistem
memiliki tiga ciri khas, sebagai berikut:
a.
Rencana,
penataan intensional orang, material, dan prosedur, yang merupakan unsur sistem
pengajaran sesuai dengan suatu rencana khusus sehingga tidak mengambang.
b.
Kesaling
ketergantungan, unsur-unsur suatu sistem merupakan bagian yang koheren dalam
keseluruhan, masing-masing bagian bersifat esensial, satu sama lain saling
memberikan sumbangan tertentu.
c.
Tujuan,
setipa sistem pembelajaran memiliki tujuan tertentu. Ciri itu menjadi dasar
perbedaan antara sistem yang dibuat manusia dan sistem-sistem alami. Sistem
yang dibuat oleh manusia, seperti sistem komunikasi, sistem tranportasi, sistem
pemerintahan, semuanya memiliki tujuan. Sistem natural, seperti sistem ekologi,
sistem persyaratan pada hewan, memiliki unnsur-unsur yang saling ketergantungan
antara satu dengan yang lain disusun sesuai dengan rencana tertentu, tetapi
tidak mempunyai tujuan dan maksud.
Kaufman mengajukan suatu model
berpikir sistem yang diambil dari mana manajemen pendidikan dapat dirumuskan
sebagai proses enam tahap yang meliputi :
a.
Identifikasi
prioritas kebutuhan dan masalah yang berkaitan.
b.
Menentukan
persyaratan untuk memecahkan persoalan serta identifikasi alternaltif pemecahan
yang mungkin dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan terteentu.
c.
Pemikiran
alternaltif atau penentuan strategi pemecahan berdasarkan alternaltif yang
dimungkinkan.
d.
Pelaksanaan
strategi yang dipilih, termasuk manajemen dan kontrol atas strategi tersebut.
e.
Penilaian
keefektifan hasil karya berdasarkan keburuhan dan persyaratan yang telah
ditetapkan terdahulu.
f.
Penyempurnaan
satu atau keseluruhan langkah di muka untuk menjamin bahwa sistem pendidikan
itu bersifat responsif, efektif, dan efisien.
Model
pengembangan sistem dalam pembelajaran terdiri dari model mikro dan makro,
yaitu:
Model mikro
a.
Model
PAIKEM
b.
Model
ASSURE
c.
Model
Hannafin dan Peck
d.
Model
Bella H. Bannaty
Model makro
a.
Model
ADDIE
b.
Model
Dick and Carey
c.
Model Kemp
2.
Saran
Demikianlah
makalah ini yang dapat kami sajikan mengenai “ Aplikasi Sistem dalam
Pembelajaran”. Semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca dan kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kami mengharapkan saran
dan kritik yang membangun sebagai masukan serta perbaikan pada tulisan-tulisan
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Endang Soenarya, Pengantar Teori
Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan Sistem, Adicita Karya Nusa,
Yogyakarta:2000
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, CV Pustaka Setia, Bandung: 2011
Hendyat Soetopo, Pendidikan dan Pembelajaran, UMM Pres,
Malang: 2005
Kahar Utsman dan Nadhirin, Perencanaan Pendidikan, Depag ,
Kudus:2007
Muhammad Rohman dan Sofyan Amri,
Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran, Prestasi Pustaka,
Jakarta: 2013
M. Saekhan Muchith, Pembelajaran kontekstual, Rasail Media
Group, Semarang: 2008
Oemar Hamalik, Perencanaan
Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem,PT. Bumi Aksara, Jakarta:2004
Tatang, Ilmu Pendidikan, Pustaka Setia, Bandung:2012
[1] M.
Saekhan Muchith, Pembelajaran
kontekstual, Rasail Media Group, Semarang: 2008, hal. 18-19
[2] Oemar
Hamalik,Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, PT Bumi
Aksara, Jakarta:2004, hal.10-11
[3] Ibid,
hal. 19-20
[4] Endang
Soenarya, Pengantar teori Perencanaan Pendidikan Berdasarkan Pendekatan
Sistem, Adicita Karya Nusa, Yogyakarta:2000, hal. 55-56
[5] Kahar
Utsman dan Nadhirin, Perencanaan Pendidikan, Depag, Kudua:2008, hal. 1
[6] Ibid,
hal.22-23
[7] Muhammad
Rohman dan Sofan amri, Strategi dan Desain Pengembangan Sistem Pembelajaran,
Prestasi Pustaka, Jakarta:2013, hal. 178
[8] Hendyat
Soetopo, Pendidikan dan Pembelajaran,
UMM Pres, Malang: 2005, hal.143-146
[9] M.
Saekhan Muchith, op.cit, hal. 20
[10]
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar,
CV Pustaka Setia, Bandung: 2011, hal.57
[11] Ibid, hal. 151-154
[12] M.
Saekhan Muchith,op.cit hal.21
[13] Rohman,op.cit,
hal. 119-228
Comments
Post a Comment