NEGARA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG MASALAH
Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Membicarakan tentang negara adalah hal yang sangat penting mengingat setiap warga negara pasti pernah berurusan dengan negara, mulai dari urusan kelahiran, kematian, pembuatan KTP, Kartu Keluarga, pernikahan dan yang lainnya.
Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Membicarakan tentang negara adalah hal yang sangat penting mengingat setiap warga negara pasti pernah berurusan dengan negara, mulai dari urusan kelahiran, kematian, pembuatan KTP, Kartu Keluarga, pernikahan dan yang lainnya.
Maka dalam
kesempatan ini kami akan membahas tentang arti dan makna negara negara, sifat
negara, unsur-unsur pembentuk negara, tujuan dan fungsi negara,serta teori
terbentuknya negara.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Apakah pengertian Negara menurut para Ahli?
b. Apakah sifat Negara itu?
c. Apa unsur-unsur terbentuknya Negara?
d. Apakah tujuan dan fungsi Negara itu?
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Apakah pengertian Negara menurut para Ahli?
b. Apakah sifat Negara itu?
c. Apa unsur-unsur terbentuknya Negara?
d. Apakah tujuan dan fungsi Negara itu?
e.
Bentuk-bentuk Negara?
f.
Bagaimana teori
terbentuknya Negara?
g. Bagaimana hubungan Agama dan
Negara?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian dari Negara.
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian dari Negara.
b. Untuk mengetahui sifat Negara.
c. Untuk mengetahui unsur-unsur Negara.
c. Untuk mengetahui unsur-unsur Negara.
d.Untuk mengetahui fungsi dan tujuan Negara.
e. Untuk mengetahui bentuk-bentuk
Negara.
f. Untuk mengetahui teori terbentuknya Negara.
g. Untuk mengetahui hubungan Agama
dan Negara.
1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Menambah pengetahuan kita tentang pengertian suatu Negara.
b. Menambah pengetahuan kita tentang sifat Negara.
c. Kita menjadi tahu tentang unsur-unsur Negara.
d. Kita menjadi tahu bagaimana tujuan dan fungsi Negara.
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Menambah pengetahuan kita tentang pengertian suatu Negara.
b. Menambah pengetahuan kita tentang sifat Negara.
c. Kita menjadi tahu tentang unsur-unsur Negara.
d. Kita menjadi tahu bagaimana tujuan dan fungsi Negara.
e.
Kita menjadi tahu bentuk-bentuk Negara.
f. Kita dapat mengetahui bagaimana teori
terbentuknya Negara.
g. Kita dapat mengetahui hubungan
antara Agama dan Negara.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Negara Menurut Para Ahli
mengakui
adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan Negara
merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia
yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan sekelompok
atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam
suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain
(keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang
masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Secara
umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam
suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut
campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya.[1]
Secara historis pengertian negara berkembang sesuai dengan
kondisi masyarakat pada saat itu. Pada zaman yunani kuno para ahli filsafat
negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles (384-522 SM)
merumuskan negara dalam bulu politica yang disebut negara polis, yang saat itu
masih dipahami dalam suatu wilayah terkecil.
Dalam pengertian negara disebut
negara hukum yan didalamnya terdapat suatu warga negara yang ikut dalam
permusyawaratan (ecclesia), oleh karena itu Aristoteles mengartikan keadilan
merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik demi terwujudnya
cita-cita seluruh warga negaranya.
Bentuk ini
pengertian negara yang dikemukakan oleh beberapa tokoh antara lain :
a.
Roger H,
Mengemukakan
bahwa negara adalah sebagai alat argency atau wewenang louthority yang mengatur
atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atau nama masyarakat (Soltau,
1961)
b.
Harold J,
Lasky
menerangkan bahwa negara merupakan suatu masyarakat yang diantar generasikan
karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara syah lebih agung
dari pada individu atau kelompok. Masyarakat merupakan suatu negara manakala
cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu atau kelompok – kelompok ditentukan
oleh wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (Lasky, 1947)
c.
Max Weber,
Negara
adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan
fisik secara sah dalam suatu wilayah (Weber, 1958).[2]
2.2 Sifat Negara
Negara
mempunyai sifat khusus yang merupakan manifistasi dari kedaulatan yang dimilikinya,yaitu.
1.
Sifat memaksa
Artinya negara memiliki kekuasaan untuk
menggunakan kekerasan fisik secara sah yaitu dengan memberlakukan sanksi pada
pelanggar hukum dengan tujuan agar peraturan perundang-undangan yang telah
dibuat dan berlaku dalam negara tersebut ditaati oleh anggota masyarakat
sehingga ketertiban ,keamanan, dan kedamaian dapat tercapai.
2.
Monopoli
Artinya
Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari
masyarakat. Sifat monopoli negara adalah suatu hak tunggal yang dilakukan oleh negara untuk berbuat atau menguasai
sesuatu untuk kepentingan bersama
3.
Sifat mencakup semua
Artinya bahwa peraturan perundangan yang ada di
negara berlaku untuk semua penghuni atau warga negara tanpa terkecuali.
2.3 Unsur-unsur Terbentuknya Negara
1.
Masyarakat
Masyarakat merupakan unsur terpenting dalam tatanan suatu negara. Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesnya suatu tatanan dalam pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
Masyarakat merupakan unsur terpenting dalam tatanan suatu negara. Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesnya suatu tatanan dalam pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.
2.
Wilayah (teritorial)
Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara.
Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara.
Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada
prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri.
Orang akan segera sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui
batas-batas wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk
memenuhi berbagai kewajiban yang ditentukan.
Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu negara.
Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu negara.
3.
Pemerintahan
Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara.
Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara.
4.
Pengakuan dari Negara Lain
Negara
yang baru merdeka memerlukan pengakuan dari negara lain karena menyangkut
keberadaan suatu negara. Apabila negara merdeka tidak diakui oleh negara lain
maka negara tersebut akan sulit untuk menjalin hubungan dengan negara lain.
Pengakuan dari negara yang lain ada yang bersifat de facto dan ada yang
bersifat de jure.
Pengakuan de facto,
artinya pengakuan tentang kenyataan adanya suatu negara merdeka. Pengakuan seperti ini
belum bersifat resmi.
Sebaliknya,
pengakuan de jure, artinya pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh
negara lain sehingga terjadi hubungan ekonomi, sosial, budaya, dan
diplomatik.
2.4 Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi atau tugas
negara adalah untuk mengatur kehidupan yang ada dalam negara untuk mencapai
tujuan negara. Fungsi negara, antara lain menjaga ketertiban masyarakat,
mengusahakan kesejahteraan rakyat, membentuk pertahanan, dan menegakkan
keadilan.
Tujuan negara
Indonesia telah jelas tercantum dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945
alinea ke-4 yaitu :
1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4. Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan Negara yang lain antara lain
:
a. Menyelenggarakan ketertiban hukum
b. Memperluas kekuasaan
c. Mencari kesejahteraan hukum
Beberapa pendapat para ahli
mengenai tujuan sebuah negara
a. Plato
Tujuan negara adalah
memajukan kesusilaan manusia sebagai perseorangan (Individu) atau sebagai
makhluk sosial.
b. Ibnu Arabi
Tujuan negara adalah agar
manusia dapat menjalankan kehidupan baik jauh dari sengketa atau perselisihan
c. Ibnu Khaldun
Tujuan negara adalah untuk
mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan
akhirat.
2.5 Bentuk-bentuk negara
Negara terbagi kedalam dua bentuk yaitu negara
kesatuan(Uniterianisme) dan negara serikat(Federasi).
a. Negara kesatuan
Bentuk suatu negara yang merdeka yang berdaulat dengan satu
pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam
pelaksanaannya negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam yaitu :
Sentral dan Otonomi, sistem yang langsung dipimpin oleh
pemerintahan pusat model pemerintahan orde baru di bawah pimpinan presiden
Soeharto. Didesentralisan adalah kepada daerah diberikan kesempatan dan
kewenangan untuk mengurus urusan di wilayahnya sendiri, sistem itu dikenal
sebagai Otonomi daerah ata swantara.
b. Negara serikat
Negara serikat atau pederasi
merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari
sebuah negara serikat. Pelaksanaan dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara
dapat di golongkan ke-3 kelompok yaitu monarki, Oligarti dan Demokrasi.
a.
Monarki, model pemerintahan
yang dipakai oleh Raja atau Ratu.
b.
Oligarti, pemerintahan yang
dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok
tertentu.
c. Demokrasi, bentuk pemerintahan yang bersandar
kepada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaaannya pada pilihan kehendak
rakyat melalui mekanisme pemilihan umum (Pemilu).
2.6 Teori Terbentuknya Negara
Ada empat
macam teori mengenai suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan
negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.
1. Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit)
Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap kekuasaan pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan Belanda, Raja atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan “bij de Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa Penakluk dari suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.
2. Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)
Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)menganggap sebagai suatu axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu negara.
Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun. Pemerintah adalah “alat negara”.
Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)menganggap sebagai suatu axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu negara.
Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun. Pemerintah adalah “alat negara”.
3. Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit)
Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die Moderne Staats Idee.
Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die Moderne Staats Idee.
4. Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit),
Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis) menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara.
Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4 bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure).[3]
Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis) menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara.
Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4 bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure).[3]
2.7 Hubungan Agama dengan Negara
Ø Pengertian agama
Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa sanskerta
dalam kitap upadeca tentang ajaran-ajaran agama hindu disebutkan bahwa
perkataan agama berasal dari bahasa sanskerta yang tersusun dari kata “A”
berarti tidak dan “gama” berarti pergi dalam bentuk harfiah yang terpadu
perkataan agama berarti tidak pergi tetap ditempat, langgeng, abadi, diwariskan
secara terus menerus dari generasi ke generasi
Pada umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang
secara analitis di uraikan dengan cara di memisahkan kata demi kata yaitu “A”
berarti tidak dan “gama” berarti kacau maksudnya orang yang memeluk
suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh hidupnya
tidak akan kacau.[4]
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh
karena itu orang sering mendifinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan
penghayatannya pada agama yang di anutnya. menurut “Mukti Ali”,
mantan menteri agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah percaya akan
adanya tuhan yang esa. Dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan
utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat
Sedangkan menurut ”James Martineau” agama adalah
kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak
ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat
manusia
Friedrich Schleiermacer, menegaskan bahwa agama tidak dapat
di lacak dari pengetahuan rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi
agama berasal dari perasaan ketergantungan mutlak kepada yang tak terhingga (feeling
of absolute dependence).[5]
Di samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan
dalam menentukan kehidupan, sebagaimana dalam hadist.
“kutinggalkan
untuk kamu dua perkara tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu
masih berpegang kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah rasul”[6]
Secara sosiologis menurut “johnstone”
“Religion can be defined as a system of beliefs and practices by which a group
of people interprets and responds to what they feel is sacred and usually supernatural swell”
lebih lanjut johnstune menyatakan that by employing this definition weare, for purposes of
sociological investigation at least, adopting the position, of the
hardnosed relativist and agnostiec (saya kira dengan jujur kita harus
mengakui masih sangat sulit mencari orang atau pakar-pakar yang mengkaji atau
bergulat dengan agama tertentu di Indonesia, tetapi sekaligus merupakan
relativis dan agnostik.[7]
Ø Hubungan Agama dengan Negara
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa
eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan
bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan
antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan
manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang
terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan
suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia
sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat
manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi
kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain
untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat
langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan negara dan agama
sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing masing keyakinan manusia
sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia
berikut di uraikan beberapa perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut
beberapa aliran atau paham antara lain sebagai berikut:
a. Hubunghan agama dan negara menurut paham teokrasi.
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan
sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena
pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan
segala tata kehidupan masyarakat bangasa dan negara dilakukan atas titah Tuhan
dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi juga
diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan.
Sistem pemerintahan ini ada 2 yaitu teokrasi langsung
dan tidak langsung. Sistem pemerintahan teokrasi langsung adalah raja
atau kepala negara memerintah sebagai jelmaan Tuhan adanya negara didunia ini
adalah atas kehendak Tuhan dan oleh karena itu yang memerintah Tuhan
pula.sedangkan sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah
bukan tuhan sendiri melainkan raja atau kepala negara yang memiliki otoritas
atas nama Tuhan. Raja atau kepala negara memerintah atas kehendak Tuhan
dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara menyatu dengan agama .agama dengan
negara tidak dapat dipisahkan.
b. Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan
negara dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan
agama. Dalam paham ini agama adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain
atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan
dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan
antara agama dan negara lazimnya Negara sekuler mmbebaskan warga negaranya
untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur
tangan dalam urusan agama.
c. Hubungan agama dan negara menurut
paham komunisme
Paham komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan
negara berdasarkan filosofi dialektis dan materialisme histories paham ini
menimbulkan paham Atheis (tak bertuhan) yang dipelopori Karl marx menurutnya
manusia ditentukan oleh dirinya agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran
diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia sendiri yang kemudian
menghasilkan masyarakat negara sedangkan agama dipandang sebagai realisasi
fantastis mahluk manusia dan agama adalah keluhan mahluk tertindas. Oleh karena
itu agama harus ditekan dan dilarang nilai yang tertinggi dalam negara adalah
materi karena manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.
d. Hubungan agama dan negara menurut islam
Tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama
yang paripurna yang mencakup segalagalanya termasuk masalah negara oleh karena
itu agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan
agama serta sebaliknya aliran kedua mengatakan bahwa islam tidak ada
hubungannya dengan negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau
pemerintahan menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk
mendirikan negara.
Aliran ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup
segala-galanya tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika
tentang kehidupan bermasyarakat termasuk bernegara.
Sementara itu “Hussein Mohammad” menyebutkan bahwa
dalam islam ada dua model hubungan agama dan negara.
- Hubungan integralistik dapat
diartikan sebagai hubungan totalitas dimana agama merupakan suatu kesatuan yang
tidak dapat dipasahkan keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu.
- Hubungan simbiosis mutualistik bahwa antara agama dan negara
terdapat hubungan yang saling membutuhkan sebab tanpa agama akan terjadi
kekacauan dan amoral dalam negara.
Ibnu taimiyah (tokoh sunni salafi) berpendapat bahwa agama dan negara
benar benar berkelindahan tanpa tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa
agama berada dalam bahaya sementara itu tanpa disiplin hukum wahyu pasti
menjadi sebuah organisasi yang tiranik.
Selanjutnya al-Ghazali dalam bukunya “Aliqtishad
fi Ali’tiqat” mengatakan bahwa agama dan negara adalah dua anak
kembar agama adalah dasar dan penguasa/kekuasaaan negara adalah penjaga segala
sesuatu yang tidak memiliki dasar akan hancur dan sesuatu yang tidak memeiliki
penjaga akan sia-sia.
Mengingat kompleksitas politis dan historis negara bangsa
Indonesia sejauh menyangkut kehidupan agama dan umat beragama dan juga
political and social repercussions yang bias muncul pada masa sekarang ini
dalam masa masa transisi mendatang maka jelas masih sangat sulit mencari format
yang tepat dan accep table bagi banyak pihak dalam “reposisi”hubungan
agama dan negara.
Akan tetapi agaknya satu hal sangat jelas bahwa akan sulit
dibayangkan jika reposisi itu dimaksudkan untuk menyisihkan begitu saja peran
pemerintah dalam mengatur kehidupan warga negara termasuk dalam kehidupan
beragama,khususnya dalam aspek administrasi keagamaan bukan aspek teologis
masing masing agama dan akan lebih sulit lagi jika reposisi itu dimaksudkan
untuk memisahkan agama dan negara melalui pemisahan kedap air(Waterlight separation)dengan kata lain
mengubah Indonesia menjadi negara sekuler setidaknya sebagian besar umat islam
belum siap untuk menerima perubahan itu.
Ø Contoh NU dan politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat
menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian
mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45
kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang
mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil
sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap
pemudanya GP Ansor.
NU
kemudian menggabungkan diri dengan Partai
Persatuan Pembangunan
pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982
bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali
ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang
terpenting adalah Partai
Kebangkitan Bangsa
yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan
bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh
52 kursi DPR.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.2
Kritik
dan saran
DAFTAR PUSTAKA
[1]
http://www.wikipedia.com
[2] Budiyanto,
(2000). Dasar-dasar ilmu tata negara untuk SMU. Jakarta : Erlangga
[3]
[4]K.
Sukardji, Agama-agama yang berkembang di dunia dan pemeluknya
(Bandung:Angkasa,1993) hlm 26
[5] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi
Agama sebuah pengantar (Bandung: PT. MIizan Pustaka, 2004) hal. 20-22
[6] Waqiatul Azra, Buku ajar civic
education (Pamekasan, STAIN Pamekasan Press,2006) hal 48
[7] Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan
Agama dan Negara (Jakarta: Kompas Meida Nusantara,2002) hal 33
Comments
Post a Comment