NEGARA



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  LATAR BELAKANG MASALAH
          Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
Membicarakan tentang negara adalah hal yang sangat penting mengingat setiap warga negara pasti pernah berurusan dengan negara, mulai dari urusan kelahiran, kematian, pembuatan KTP, Kartu Keluarga, pernikahan dan yang lainnya.

Maka dalam kesempatan ini kami akan membahas tentang arti dan makna negara negara, sifat negara, unsur-unsur pembentuk negara, tujuan dan fungsi negara,serta teori terbentuknya negara.

1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
a.  Apakah pengertian Negara menurut para Ahli?
b.  Apakah
sifat Negara itu?
c.  
Apa unsur-unsur terbentuknya Negara?
d.  
Apakah tujuan dan fungsi Negara itu?
e.  Bentuk-bentuk Negara?
f.  Bagaimana teori terbentuknya Negara?
g. Bagaimana hubungan Agama dan Negara?

1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian dari Negara.
b. Untuk mengetahui sifat Negara.
c. Untuk mengetahui
unsur-unsur Negara.
d.Untuk mengetahui fungsi dan tujuan Negara.
e. Untuk mengetahui bentuk-bentuk Negara.
f. Untuk mengetahui teori terbentuknya Negara.
g. Untuk mengetahui hubungan Agama dan Negara.


1.4 MANFAAT PENULISAN
Manfaat yang diperoleh dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a.  Menambah pengetahuan kita tentang pengertian suatu Negara.
b.  Menambah
pengetahuan kita tentang sifat Negara.
c.  Kita menjadi tahu
tentang unsur-unsur Negara.
d.  Kita
menjadi tahu bagaimana tujuan dan fungsi Negara.
e.  Kita menjadi tahu bentuk-bentuk Negara.
f.  Kita dapat mengetahui bagaimana teori terbentuknya Negara.
g. Kita dapat mengetahui hubungan antara Agama dan Negara.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Negara Menurut Para Ahli
mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan keselamatan Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu dengan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.Organisasi negara dalam suatu wilayah bukanlah satu-satunya organisasi, ada organisasi-organisasi lain (keagamaan, kepartaian, kemasyarakatan dan organisasi lainnya yang masing-masing memiliki kepribadian yang lepas dari masalah kenegaraan). Secara umum negara dapat diartikan sebagai suatu organisasi utama yang ada di dalam suatu wilayah karena memiliki pemerintahan yang berwenang dan mampu untuk turut campur dalam banyak hal dalam bidang organisasi-organisasi lainnya.[1]

Secara historis pengertian negara berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Pada zaman yunani kuno para ahli filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles (384-522 SM) merumuskan negara dalam bulu politica yang disebut negara polis, yang saat itu masih dipahami dalam suatu wilayah terkecil.
            Dalam pengertian negara disebut negara hukum yan didalamnya terdapat suatu warga negara yang ikut dalam permusyawaratan (ecclesia), oleh karena itu Aristoteles mengartikan keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggaranya negara yang baik demi terwujudnya cita-cita seluruh warga negaranya.
           
Bentuk ini pengertian negara yang dikemukakan oleh beberapa tokoh antara lain :
a.       Roger H,
Mengemukakan bahwa negara adalah sebagai alat argency atau wewenang louthority yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atau nama masyarakat (Soltau, 1961)
b.      Harold J,
Lasky menerangkan bahwa negara merupakan suatu masyarakat yang diantar generasikan karena memiliki wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara syah lebih agung dari pada individu atau kelompok. Masyarakat merupakan suatu negara manakala cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu atau kelompok – kelompok ditentukan oleh wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat (Lasky, 1947)


c.       Max Weber,
Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah (Weber, 1958).[2]

2.2  Sifat Negara
          Negara mempunyai sifat khusus yang merupakan manifistasi dari kedaulatan yang dimilikinya,yaitu.
1.        Sifat memaksa
Artinya negara memiliki kekuasaan untuk menggunakan kekerasan fisik secara sah yaitu dengan memberlakukan sanksi pada pelanggar hukum dengan tujuan agar peraturan perundang-undangan yang telah dibuat dan berlaku dalam negara tersebut ditaati oleh anggota masyarakat sehingga ketertiban ,keamanan, dan kedamaian dapat tercapai.
2.        Monopoli
Artinya  Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan bersama dari masyarakat. Sifat monopoli negara adalah suatu hak tunggal yang dilakukan  oleh negara untuk berbuat atau menguasai sesuatu untuk kepentingan bersama
3.        Sifat mencakup semua
Artinya bahwa peraturan perundangan yang ada di negara berlaku untuk semua penghuni atau warga negara tanpa terkecuali.

2.3 Unsur-unsur Terbentuknya Negara
1.        Masyarakat
             Masyarakat merupakan unsur terpen
ting dalam tatanan suatu negara. Masyarakat atau rakyat merupakan suatu individu yang berkepentingan dalam suksesnya suatu tatanan dalam pemerintahan. Pentingnya unsur rakyat dalam suatu negara tidak hanya diperlukan dalam ilmu kenegaraan (staatsleer) tetapi perlu juga perlu melahirkan apa yang disebut ilmu kemasyarakatan (sosiologi) suatu ilmu pengetahuan baru yang khusus menyelidiki, mempelajari hidup kemasyarakatan. Sosiologi merupakan ilmu penolong bagi ilmu hukum tata negara.

2.         Wilayah (teritorial)
             Suatu negara tidak dapat berdiri tanpa adanya suatu wilayah. Disamping pentingnya unsur wilayah dengan batas-batas yang jelas, penting pula keadaan khusus wilayah yang bersangkutan, artinya apakah layak suatu wilayah itu masuk suatu negara tertentu atau sebaliknya dipecah menjadi wilayah berbagai negara.
Apabila mengeluarkan peraturan perundang-undangan pada prinsipnya hanya berlaku bagi orang-orang yang berada di wilayahnya sendiri. Orang akan segera sadar berada dalam suatu negara tertentu apabila melampaui batas-batas wilayahnya setelah berhadapan dengan aparat (imigrasi negara) untuk memenuhi berbagai kewajiban yang ditentukan.
Paul Renan (Perancis) menyatakan satu-satunya ukuran bagi suatu masyarakat untuk menjadi suatu negara ialah keinginan bersatu (le desir de’etre ansemble). Pada sisi lain Otto Bauer menyatakan, ukuran itu lebih diletakkan pada keadaan khusus dari wilayah suatu negara.

3.        Pemerintahan
               Ciri khusus dari pemerintahan dalam negara adalah pemerintahan memiliki kekuasaan atas semua anggota masyarakat yang merupakan penduduk suatu negara dan berada dalam wilayah negara.

4.        Pengakuan dari Negara Lain
Negara yang baru merdeka memerlukan pengakuan dari negara lain karena menyangkut keberadaan suatu negara. Apabila negara merdeka tidak diakui oleh negara lain maka negara tersebut akan sulit untuk menjalin hubungan dengan negara lain. Pengakuan dari negara yang lain ada yang bersifat de facto dan ada yang bersifat de jure.
Pengakuan de facto, artinya pengakuan tentang kenyataan adanya suatu negara merdeka. Pengakuan seperti ini belum bersifat resmi.
Sebaliknya, pengakuan de jure, artinya pengakuan secara resmi berdasarkan hukum oleh negara lain sehingga terjadi hubungan ekonomi, sosial, budaya, dan diplomatik.

2.4 Fungsi dan Tujuan Negara
Fungsi atau tugas negara adalah untuk mengatur kehidupan yang ada dalam negara untuk mencapai tujuan negara. Fungsi negara, antara lain menjaga ketertiban masyarakat, mengusahakan kesejahteraan rakyat, membentuk pertahanan, dan menegakkan keadilan.
Tujuan negara Indonesia telah jelas tercantum dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar 1945 alinea ke-4 yaitu :
      1.    Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
      2.    Memajukan kesejahteraan umum.
      3.    Mencerdaskan kehidupan bangsa.
      4.    Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Tujuan Negara yang lain antara lain :
a.       Menyelenggarakan ketertiban hukum
b.      Memperluas kekuasaan
c.       Mencari kesejahteraan hukum

Beberapa pendapat para ahli mengenai tujuan sebuah negara 
a.       Plato
Tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia sebagai perseorangan (Individu) atau sebagai makhluk sosial.
b.      Ibnu Arabi
Tujuan negara adalah agar manusia dapat menjalankan kehidupan baik jauh dari sengketa atau perselisihan
c.       Ibnu Khaldun
Tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang bermuara pada kepentingan akhirat.

2.5 Bentuk-bentuk negara
            Negara terbagi kedalam dua bentuk yaitu negara kesatuan(Uniterianisme) dan negara serikat(Federasi).

a.       Negara kesatuan
Bentuk suatu negara yang merdeka yang berdaulat dengan satu pemerintah pusat yang berkuasa dan mengatur seluruh daerah. Namun dalam pelaksanaannya negara kesatuan ini terbagi ke dalam dua macam yaitu :
Sentral dan Otonomi, sistem yang langsung dipimpin oleh pemerintahan pusat model pemerintahan orde baru di bawah pimpinan presiden Soeharto. Didesentralisan adalah kepada daerah diberikan kesempatan dan kewenangan untuk mengurus urusan di wilayahnya sendiri, sistem itu dikenal sebagai Otonomi daerah ata swantara.

b.      Negara serikat
Negara serikat atau pederasi merupakan bentuk negara gabungan yang terdiri dari beberapa negara bagian dari sebuah negara serikat. Pelaksanaan dan mekanisme pemilihannya, bentuk negara dapat di golongkan ke-3 kelompok yaitu monarki, Oligarti dan Demokrasi.
a.       Monarki, model pemerintahan yang dipakai oleh Raja atau Ratu.
b.      Oligarti, pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari golongan atau kelompok tertentu.
c.      Demokrasi, bentuk pemerintahan yang bersandar kepada kedaulatan rakyat atau mendasarkan kekuasaaannya pada pilihan kehendak rakyat melalui mekanisme pemilihan umum (Pemilu).

2.6 Teori Terbentuknya Negara
Ada empat macam teori mengenai suatu kedaulatan, yaitu teori kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan hukum dan kedaulatan rakyat.

1. Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit)
Teori kedaulatan Tuhan (Gods souvereiniteit) meyatakan atau menganggap kekuasaan pemerintah suatu negara diberikan oleh Tuhan. Misalnya kerajaan Belanda, Raja atau ratu secara resmi menamakan dirinya Raja atas kehendak Tuhan “bij de Gratie Gods”, atau Ethiopia (Raja Haile Selasi) dinamakan “Singa Penakluk dari suku Yuda yang terpilih Tuhan menjadi Raja di Ethiopia”.

2. Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)
Teori kedaulatan Negara (Staats souvereiniteit)menganggap sebagai suatu axioma yang tidak dapat dibantah, artinya dalam suatu wilayah negara, negaralah yang berdaulat. Inilah inti pokok dari semua kekuasaan yang ada dalam wilayah suatu negara.
Otto Mayer (dalam buku Deutsches Verwaltungsrecht) menyatakan “kemauan negara adalah memiliki kekuasaan kekerasan menurut kehendak alam”. Sementara itu Jellinek dalam buku Algemeine Staatslehre menyatakan kedaulatan negara sebagai pokok pangkal kekuasaan yang tidak diperoleh dari siapapun. Pemerintah adalah “alat negara”.

3. Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit)
Teori kedaulatan hukum (Rechts souvereiniteit) menyatakan semua kekuasaan dalam negara berdasar atas hukum. Pelopor teori ini adalah H. Krabbe dalam buku Die Moderne Staats Idee.

4. Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit),
Teori Kedaulatan Rakyat (Volks aouvereiniteit), semua kekuasaan dalam suatu negara didasarkan pada kekuasaan rakyat (bersama). J.J. Rousseau (Perancis) menyatakan apa yang dikenal dengan “kontrak sosial”, suatu perjanjian antara seluruh rakyat yang menyetujui Pemerintah mempunyai kekuasaan dalam suatu negara.
Di dalam perkembangan sejarah ketatanegaraan, 3 unsur negara menjadi 4 bahkan 5 yaitu rakyat, wilayah, pemerintahan, UUD (Konstitusi) dan pengakuan Internasional (secara de facto maupun de jure).[3]
2.7 Hubungan Agama dengan Negara
Ø  Pengertian agama
Agama menurut etimologi berasal dari kata bahasa sanskerta dalam kitap upadeca tentang ajaran-ajaran agama hindu disebutkan bahwa perkataan agama berasal dari bahasa sanskerta yang tersusun dari kata “A” berarti tidak dan “gama” berarti pergi dalam bentuk harfiah yang terpadu perkataan agama berarti tidak pergi tetap ditempat, langgeng, abadi, diwariskan secara terus menerus dari generasi ke generasi
Pada umumnya perkataan agama diartikan tidak kacau yang secara analitis di uraikan dengan cara di memisahkan kata demi kata yaitu “A” berarti tidak dan “gama” berarti kacau maksudnya orang yang memeluk suatu agama dan mengamalkan ajaran-ajarannya dengan sungguh-sungguh hidupnya tidak akan kacau.[4]
Agama selalu diterima dan dialami secara subjektif. Oleh karena itu orang sering mendifinisikan agama sesuai dengan pengalamannya dan penghayatannya pada agama yang di anutnya. menurutMukti Ali”, mantan menteri agama Indonesia menyatakan bahwa agama adalah percaya akan adanya tuhan yang esa. Dan hukum-hukum yang di wahyukan kepada kepercayaan utusan-utusannya untuk kebahagiaan hidup manusia di dunia dan di akhirat
Sedangkan menurut ”James Martineau” agama adalah kepercayaan kepada tuhan yang selalu hidup. Yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan umat manusia
Friedrich Schleiermacer, menegaskan bahwa agama tidak dapat di lacak dari pengetahuan rasional, juga tidak dari tindakan moral, akan tetapi agama berasal dari perasaan ketergantungan mutlak kepada yang tak terhingga (feeling of absolute dependence).[5]
Di samping itu, agama merupakan pedoman hidup atau arahan dalam menentukan kehidupan, sebagaimana dalam hadist.
“kutinggalkan untuk kamu dua perkara tidaklah kamu akan tersesat selama-lamanya, selama kamu masih berpegang kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah rasul”[6]

Secara sosiologis menurut “johnstone”
           “Religion can be defined as a system of beliefs and practices by which a group of people interprets and responds to what they feel is sacred and usually supernatural swell” lebih lanjut johnstune menyatakan  that by employing this definition weare, for purposes of sociological investigation at least, adopting the position, of the hardnosed relativist and agnostiec (saya kira dengan jujur kita harus mengakui masih sangat sulit mencari orang atau pakar-pakar yang mengkaji atau bergulat dengan agama tertentu di Indonesia, tetapi sekaligus merupakan relativis dan agnostik.[7]

Ø  Hubungan Agama dengan Negara
Dikalangan kaum muslimin, terdapat kesepakatan bahwa eksistensi Negara adalah suatu keniscayaan bagi berlangsungnya kehidupan bermasyarakat negara dengan otoritasnya mengatur hubungan yang diperlukan antara masyarakat, sedangkan agama mempunyai otoritas unuk megatur hubungan manusia dengan tuhannya.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus berkelanjutan dikalangan para ahli. Pada hakekatnya Negara merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan makhluk sosial oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia tersebut merupakan sifat dasar negara pula sehingga negara sebagai manifestasi kodrat manusia secara horizontal dalam hubungan manusia dengan manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian negara mempunyai sebab akibat langsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri negara itu sendiri.
Berdasarkan uraian diatas konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oleh dasar ontologis manusia masing masing keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia berikut di uraikan beberapa perbedaan konsep hubungan agama dan negara menurut beberapa aliran atau paham antara lain sebagai berikut:

a.   Hubunghan agama dan negara menurut paham teokrasi.
Dalam paham teokrasi hubungan agama dan negara digambarkan sebagai dua hal yang tidak dapat dipisahkan, negara menyatu dengan agama karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman- firman Tuhan segala tata kehidupan masyarakat bangasa dan negara dilakukan atas titah Tuhan dengan demikian urusan kenegaraan atau politik dalam paham teokrasi  juga diyakinkan sebagai manifestasi Tuhan.
Sistem  pemerintahan ini ada 2 yaitu teokrasi langsung dan tidak langsung. Sistem pemerintahan teokrasi  langsung adalah raja atau kepala negara memerintah sebagai jelmaan Tuhan adanya negara didunia ini  adalah atas kehendak Tuhan dan oleh karena itu yang memerintah Tuhan pula.sedangkan sistem pemerintahan teokrasi tidak langsung yang memerintah bukan tuhan sendiri melainkan raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan.  Raja atau kepala negara memerintah atas kehendak Tuhan dengan demikian dapat dikatakan bahwa negara menyatu dengan agama .agama dengan negara tidak dapat dipisahkan.

b.   Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler
Paham sekuler memisahkan dan membedakan antara agama dan negara dalam negara sekuler tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan dengan agama. Dalam paham ini agama adalah urusan hubungan manusia dengan manusia lain atau urusan dunia, sedangkan urusan agama adalah hubungan manusia dengan tuhan dua hal ini menurut paham sekuler tidak dapat dipersatukan meskipun memisahkan antara agama dan negara lazimnya Negara sekuler mmbebaskan warga negaranya untuk memeluk agama apa saja yang mereka yakini tapi negara tidak ikut campur tangan dalam urusan agama.

c.   Hubungan agama dan negara menurut paham komunisme
Paham komunisme ini memendang hakekat hubungan agama dan negara berdasarkan filosofi dialektis dan materialisme histories paham ini menimbulkan paham Atheis (tak bertuhan) yang dipelopori Karl marx menurutnya manusia ditentukan oleh dirinya agama dalam hal ini dianggap suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia  sendiri yang kemudian menghasilkan masyarakat negara sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis mahluk manusia dan agama adalah keluhan mahluk tertindas. Oleh karena itu agama harus ditekan dan dilarang nilai yang tertinggi dalam negara adalah materi karena manusia sendiri pada hakikatnya adalah materi.

d.   Hubungan agama dan negara menurut islam
Tentang hubungan agama dan negara dalam islam adalah agama yang paripurna yang mencakup segalagalanya termasuk masalah negara oleh karena itu agama tidak dapat dipisahkan dari negara dan urusan negara adalah urusan agama serta sebaliknya aliran kedua mengatakan bahwa islam tidak ada hubungannya dengan negara karena islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau pemerintahan menurut aliran ini Nabi Muhammad tidak mempunyai misi untuk mendirikan negara.
Aliran ketiga berpendapat bahwa islam tidak mencakup segala-galanya  tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan bermasyarakat termasuk bernegara.


Sementara itu “Hussein Mohammad” menyebutkan bahwa dalam islam ada dua model hubungan agama dan negara.
-    Hubungan integralistik dapat diartikan sebagai hubungan totalitas dimana agama merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipasahkan keduanya merupakan dua lembaga yang menyatu.
-    Hubungan simbiosis mutualistik bahwa antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling membutuhkan sebab tanpa agama akan terjadi kekacauan dan amoral dalam negara.
Ibnu taimiyah (tokoh sunni salafi) berpendapat bahwa agama dan negara benar benar berkelindahan tanpa tanpa kekuasaan negara yang bersifat memaksa agama berada dalam bahaya sementara itu tanpa disiplin hukum wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.
Selanjutnya al-Ghazali dalam bukunya “Aliqtishad fi Ali’tiqat”  mengatakan bahwa agama dan negara adalah dua anak kembar agama adalah dasar dan penguasa/kekuasaaan negara adalah penjaga segala sesuatu yang tidak memiliki dasar akan hancur dan sesuatu yang tidak memeiliki penjaga akan sia-sia.
Mengingat kompleksitas politis dan historis negara bangsa Indonesia sejauh menyangkut kehidupan agama dan umat beragama dan juga political and social repercussions yang bias muncul pada masa sekarang ini dalam masa masa transisi mendatang maka jelas masih sangat sulit mencari format yang tepat dan accep table bagi banyak pihak dalam “reposisi”hubungan agama dan negara.
Akan tetapi agaknya satu hal sangat jelas bahwa akan sulit dibayangkan jika reposisi itu dimaksudkan untuk menyisihkan begitu saja peran pemerintah dalam mengatur kehidupan warga negara termasuk dalam kehidupan beragama,khususnya dalam aspek administrasi keagamaan bukan aspek teologis masing masing agama dan akan lebih sulit lagi jika reposisi itu dimaksudkan untuk memisahkan agama dan negara melalui pemisahan kedap air(Waterlight separation)dengan kata lain mengubah Indonesia menjadi negara sekuler setidaknya sebagian besar umat islam belum siap untuk menerima  perubahan itu.
Ø  Contoh NU dan politik
            Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno. Setelah PKI memberontak, NU tampil sebagai salah satu golongan yang aktif menekan PKI, terutama lewat sayap pemudanya GP Ansor.

NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5 Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926' yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid. Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi DPR.

















BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan

3.2    Kritik dan saran




















DAFTAR PUSTAKA

[1] http://www.wikipedia.com
[2] Budiyanto, (2000). Dasar-dasar ilmu tata negara untuk SMU. Jakarta : Erlangga
[3]
[4]K. Sukardji, Agama-agama yang berkembang di dunia dan pemeluknya (Bandung:Angkasa,1993)  hlm 26
[5] Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Agama sebuah pengantar (Bandung: PT. MIizan Pustaka, 2004) hal. 20-22
[6]  Waqiatul Azra, Buku ajar civic education (Pamekasan, STAIN Pamekasan Press,2006) hal 48
 [7] Azyumardi Azra, Reposisi Hubungan Agama dan Negara (Jakarta: Kompas Meida Nusantara,2002)   hal 33

Comments

Popular posts from this blog

PIDATO IDIOLOGI WANITA SHOLEHAH

PPKN Kelas 5 ( (keragaman sosial budaya Masyarakat)

Pengertian IAD , ISD dan IBD