karakteristik orang kudus



Masyarakat Kudus Kulon khususnya pada kawasan sekitar masjid Menara merupakan masyarakat pedagang santri yang mempunyai karakter kuat. Mata pencaharian utama mereka adalah sebagai pedagang atau pengusaha, mereka merupakan pemeluk agama Islam yang relatif puritan dengan tokoh sentral Sunan Kudus. Ikatan sosial diantara mereka sangat kuat dan agak menutup diri terhadap masyarat luar. Karakter budaya masyarakat ini tercermin pada lingkungan binaannya. Baik pada skala rumah, kelompok rumah maupun lingkungan. Sebagaimana dikatakan oleh Rapoport bahwa Rumah sebagai elemen utama dari Permukiman merupakan hasil karya bersama dari masyarakat yang dalam ungkapan fisiknya sangat dipengaruhi factor social budaya dari masyarakat tersebut (Rapoport, 1963). Tampilan arsitektur rumah tradisional Kudus mungkin merupakan salah satu bentuk rumah adat yang menarik di Indonesia, pola kelompok rumah dengan orientasi serta pencapaian yang unik, serta keberadaan masjid sebagai pusat kegiatan.
Ajaran Sunan Kudus relatif lebih puritan dengan mengharamkan kegiatan-kegiatan yang berbau mistik dan sirik. Di kalangan masyarakat Kudus Kulon tidak pernah sama sekali menyelenggarakan kegiatan pagelaran wayang kulit yang dianggap banyak memasukkan unsur Hindu serta kepercayaan. Sementara wayang kulit merupakan alat ampuh bagi Sunan Kalijaga untuk menyebarkan ajaran Islam. Sampai saat ini dalam hal keagamaan masyarakat Kudus kulon merasa sebagai penganut Islam fanatik sementara penganut Islam yang lain disebut sebagai Islam abangan (Sardjono, 1997). Salah satu orientasi masyarakat Kudus adalah menunaikan ibadah haji dan kalau mampu menjadi pemuka agama (kiai) serta mendirikan pesantren sekembalinya dari tanah suci. Gelar haji adalah gelar terhormat yang menjadi idaman setiap muslim di Kudus lebih lagi kiai haji. Haji menjadi puncak perwujudan pelaksanaan rukun Islam sedangkan Kiai melambangkan tingginya imu yang dimiliki manusia untuk diamalkan pada sesamanya. Dalam masyarakat Kudus terdapat ungkapan Jigang yang merupakan kependekan dari ngaji (mengaji) dan dagang (berdagang). Ngaji adalah membaca, mempelajari dan menelaah kitab suci Al Quran, merupakan amal yang mengarah pada kemuliaan hidup di Akhirat (Ukhrowi). Ngaji juga menyiratkan keutamaan seorang Muslim dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Dagang merupakan amalan yang mengarah pada kemuliaan hidup di dunia, berkaitan dengan hubungan antara manusia dengan sesamanya. Bagi umat Islam harus ada keseimbangan antara tujuan akhirat dan tujuan di dunia. Pengalaman sejarah memberikan anggapan pada masyarakat Kudus bahwa perilaku, kekayaan dan keyakinannya yang kuat pada agama Islam membedakan mereka dari masyarakat luar. Sikap ini telah menjadikan mereka militan, tertutup dan kurang menyukai menjadi pegawai pemerintah. Mereka menjadi pedagang yang merdeka, hidup dengan hemat, cerdik dan cekatan menjadikan mereka berpeluang besar untuk menjadi orang-orang kaya. Ketertutupan mereka terhadap masyarakat luar juga didasari pada kecurigaan mereka bahwa orang luar akan mengincar harta benda mereka. Diantara masyarakat ada kebiasaan untuk mengawinkan anak mereka dengan orang-orang dilingkungan mereka sendiri, antara lain supaya harta mereka tidak mengalir keluar. Kawasan Kudus Kulon Embrio perkembangan kota Kudus terletak di sekitar masjid Menara, diantaranya meliputi desa Kauman, Kajaksan dan Langgardalem

Comments

Popular posts from this blog

PIDATO IDIOLOGI WANITA SHOLEHAH

Pengertian IAD , ISD dan IBD

PENGERTIAN, HAKEKAT, DAN KARAKTERISTIK SEJARAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN SKI